Efek Pemotongan Rabat Ekspor Baja Tiongkok terhadap Perdagangan Baja DuniaSumber: Metal Bulletin, Mysteel, IISIA
Tiongkok diperkirakan akan melakukan perubahan aturan rabat ekspor baja melalui pengurangan nilai menjadi 9% dari 13%, atau bahkan meniadakan rabat sama sekali. Dengan demikian, diprediksi pabrikan Tiongkok tidak lagi menjadi pemeran utama di pasar baja. Adanya kekurangan pasokan yang ditinggalkan ini berpeluang untuk diisi oleh produsen baja lain. Hal ini kemungkinan akan merubah pola persaingan pasar ekspor dan memicu kenaikan harga baja tahun 2021. Selain itu, karena harga baja Tiongkok tidak lagi terendah di dunia, maka tekanan persaingan pemasok baja di kawasan Asia Pasifik─seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Vietnam, Indonesia dan India─akan berkurang.
Spekulasi adanya kemungkinan Tiongkok merevisi potongan pajak atas produk baja tertentu pertama kali muncul Desember tahun 2020. Berita ini dipicu oleh pernyataan Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi yang menginginkan adanya penurunan produksi baja mentah Tiongkok di tahun ini, dimana konsumsi baja diperkirakan meningkat, karena pemulihan ekonomi domestik. Asosiasi baja Tiongkok mengusulkan bahwa untuk menambah pasokan baja dalam negeri, rabat harus dipotong atau dihilangkan sebagai cara untuk membatasi ekspor baja, seperti dilaporkan Mysteel Global.
Pengurangan rabat ekspor baja Tiongkok ini tampaknya merupakan salah satu upaya Pemerintah Tiongkok mengontrol kapasitas produksi baja karena pemotongan ini akan menekan produsen untuk lebih fokus melayani pasar domestik dan tidak memproduksi secara berlebihan untuk tujuan ekspor. Keputusan menurunkan produksi baja ini juga diprediksi akan merevisi sejumlah pedoman produksi dengan tujuan akhir selain menekan emisi karbon juga meningkatkan harga baja global dalam kondisi proyeksi pertumbuhan kosumsi baja Tiongkok pada tingkat zero growth di tahun 2021. Adanya perubahan aturan rabat ekspor baja Tiongkok ini ditengarai akan berdampak terhadap perdagangan baja global, dimana pengurangan atau bahkan peniadaan rabat akan mengakibatkan kenaikan harga baja secara umum.
Hot Rolled Coil (HRC) Penurunan rabat ekspor akan sangat berdampak pada harga baja HRC karena berkurangnya volume reguler yang dikirim dari Tiongkok ke seluruh dunia. Hal ini tentu menguntungkan bagi produsen baja di Asia, termasuk kawasan Asia Tenggara. Dengan naiknya harga baja HRC dari Tiongkok, maka tekanan persaingan harga menjadi berkurang, bahkan diperkirakan akan mendorong beberapa produsen untuk menaikkan harga baja HRC mengikuti harga penawaran dari Tiongkok yang lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
Indeks ekspor baja HRC free-on-board (FOB) pelabuhan utama Tiongkok mengalami peningkatan harga dengan tren naik yang stabil setelah efek awal pandemik COVID-19 memudar dan permintaan pasar yang tertunda kembali melonjak.
Di sisi lain, indeks ekspor baja rata-rata Tiongkok pada kuartal kedua, ketiga dan keempat pada tahun 2020 adalah USD 422,25; USD 494,51; dan USD 576,95 per ton. Nilai ini diperkirakan bukan semata-mata karena naiknya harga baja ekspor Tiongkok, tetapi juga disebabkan oleh terbatasnya pasokan dari produsen baja lain seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, india dan Vietnam. Diketahui bahwa produsen baja di negara-negara tersebut memiliki jumlah ekspor yang terbatas dikarenakan fokus memenuhi permintaan domestik. Pasokan HRC diperkirakan akan tetap terbatas pada tahun 2021 apabila Tiongkok meninggalkan celah pasokan pasar produk tersebut. Hal ini diperparah oleh pasokan dari Rusia dan India yang tidak teratur. Dengan demikian, secara umum pasokan HRC di Asia akan tetap terbatas meskipun rabat ekspor baja Tiongkok dipotong ataupun ditiadakan.
Rebar dan Batang KawatVolume rebar dan kawat diperkirakan akan turun lebih besar dari HRC jika rabat di Tiongkok dihapus. Ekspor rebar Tiongkok tergantung dari kondisi pasar dalam negeri. Jika permintaan dalam negeri lemah, seperti terjadinya musim dingin pada sebagian wilayah atau munculnya kembali pandemi COVID-19, maka Tiongkok baru akan membanjiri pasar ekspor untuk rebar dan kawat. Adanya penguatan permintaan dalam negeri juga membuat Tiongkok mengendalikan pasar ekspor baja rebar dan kawat.
Namun demikian, indeks ekspor rebar pada FOB pelabuhan utama Tiongkok menunjukkan peningkatan signifikan di akhir tahun 2020 dengan dukungan pasar domestik. Pada kuartal kedua, ketiga dan keempat tahun 2020, nilai masing-masing kuartal adalah USD 448,39; USD 476,88; dan USD 534,75 per ton. Sementara itu, ekspor rebar akan lebih teratur meskipun mendapatkan persaingan ketat dari produsen Indonesia dan Malaysia.
Baja Setengah Jadi (Semi-finished Steel)Pasar baja setengah jadi sangat berbeda dari pasar baja jadi, terutama ketika Tiongkok tidak lagi menjadi pengekspor besar billet baja. Pada umumnya, Tiongkok hanya mengimpor billet dan slab baja pada saat jendela arbitrase impor terbuka atau saat aktivitas pembuatan baja dibatasi karena pengendalian emisi. Karena alasan ini, produksi slab menjadi terbatas, sehingga pasar berpeluang ditentukan oleh penjual. Sebaliknya pada pasar billet, terdapat banyak suplai dari produsen billet baja, sehingga pembeli mempunyai banyak pilihan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pasar billet kemungkinan akan dikuasai oleh pembeli, terutama pembeli dari Asia.
Perubahan harga impor billet Asia Tenggara tidak terlalu fluktuatif, meskipun telah meningkat karena lonjakan harga skrap pada Desember 2020. Penilaian harga untuk impor billet baja cost and freight (CFR) Asia Tenggara mencapai nilai puncak USD 600-610 per ton pada 14 Januari 2021, naik dari angka terendah di tahun 2020 sebesar USD 365-370 per ton yang ditetapkan pada 29 April 2020. Tiongkok diperkirakan akan terus mengimpor billet baja seraya terus mendorong pengurangan emisi yang disebabkan oleh industri pembuatan baja, antara lain dengan membatasi proses operasi BF jika tingkat emisi mengalami kenaikan.
Dampak terhadap kegiatan industri besi baja ASEAN, khususnya Indonesia atas kebijakan pemerintah Tiongkok untuk menurunkan dan kemungkinan menghapuskan rabat eskpor produk baja Tiongkok, salah satunya adalah penurunan pasokan steel billet dan steel slab ke Kawasan ASEAN yang secara umum masih sangat tergantung kepada impor produk baja setengah jadi (steel billet, steel slab, steel bloom, steel beam blank). Kondisi di atas akan memberikan manfaat bagi perusahaan yang memiliki fasilitas produksi baja terintegrasi (integrated steel mill) yang dalam kondisi keterbatasan pasokan produk baja setengah jadi, dapat mengoperasikan fasilitas iron & steel making secara maksimal dan mendapatkan manfaat dari kenaikan harga baja di tahun 2021. Lebih jauh lagi, apabila kondisi ini berkelanjutan, maka akan mendorong investasi baru untuk membangun pabrik besi baja terpadu (integrated steel mill) yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor baja setengah jadi dan meningkatkan kemampuan pemenuhan kebutuhan baja ke depan.
Dampak terhadap Industri Baja Dalam NegeriBerita atas rencana pemotongan rabat ekspor baja Tiongkok menjadi angin segar bagi produsen baja nasional, karena pasokan produk baja Tiongkok ke pasar global, termasuk ke pasar domestik diprediksi akan mengalami penurunan, sehingga menjadi peluang produsen baja domestik yang saat ini memiliki kelebihan kapasitas produksi untuk meningkatkan produksi atau utilisasi kapasitas produksinya dalam memenuhi kebutuhan baja nasional dalam kondisi penurunan pasokan baja impor dan kenaikan harga baja internasional. Selain itu, juga merupakan peluang bagi industri baja nasional untuk melakukan peningkatan ekspor, mensubsitusi pasar yang sebelumnya dipasok oleh produk baja dari Tiongkok. Tentu saja ekspor baja ini memerlukan dukungan dari pemerintah terkait kebijakan atas perdagangan Indonesia di negara tujuan ekspor untuk melakukan pencegahan awal atas investigasi ekspor baja Indonesia dan fasilitas ekspor, seperti dukungan ketersediaan fasilitas transportasi untuk ekspor antara lain: kapal, kontainer, dan lain-lain.
Peningkatan produksi baja nasional ini perlu diantisipasi dengan penyedian bahan baku dan produk setengah jadi, agar produksi berjalan dengan baik. Keadaan ini memerlukan kebijakan impor bahan baku yang lebih mendukung, khususnya untuk impor skrap baja.
Potensi pasokan baja impor selain dari Tiongkok, harus tetap diantisipasi dengan mengupayakan perlindungan dan pengamanan kepada industri besi baja nasional atas kemungkinan terjadinya unfair trade melalui penerapan SIBANA (Sistem Informasi Baja Nasional) Kementerian Perindustrian, percepatan pemberlakuan trade remedies dan kewajiban penerapan SNI di wilayah Indonesia tanpa terkecuali.
Dengan memperhatikan dan pengalaman pada beberapa tahun sebelumnya mengenai kebijakan Pemerintah Tiongkok terkait dengan penetapan tingkat produksi, khususnya kebijakan atas ekspor baja yang bersifat dinamis dan dapat berubah setiap saat sesuai dengan kepentingannya, maka perlu dilakukan kegiatan yang pro aktif untuk mendapatkan informasi terkait kebijakan supply demand baja dari Tiongkok. Hal ini penting agar dapat mengantisipasi hal yang tidak diinginkan lebih awal dan melakukan tindakan pengaman dini sehingga dapat menjaga kestabilan dan peningkatan produksi baja nasional. (DH/AS/SS/TT/BS)
***