SEAISI Merespon Isu Krisis Kelebihan Kapasitas Baja Global Sumber: SEAISI, IISIASebagaimana berita sebelumnya “Krisis Kelebihan Kapasitas Baja Global | IISIA”(1), berbagai asosiasi baja dunia telah membuat pernyataan bersama pada tanggal 22 Oktober 2020 yang menyampaikan keprihatinan dan mendesak Global Forum for Steel Excess Capacity (GFSEC) agar terus berupaya mengatasi krisis kelebihan kapasitas produksi baja global yang terjadi pada saat permintaan baja sangat tertekan oleh pandemi COVID-19. Perlu diketahui bahwa sehari sebelumnya yaitu pada tanggal 21 Oktober 2020 beberapa asosiasi industri besi baja di kawasan Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN Iron & Steel Council (AISC) sebagai dewan tertinggi di struktur organisasi South East Asia Iron & Steel Institute (SEAISI) telah menyampaikan tanggapan dari sudut pandang dan kepentingan industri baja di kawasan Asia Tenggara dan secara lebih khusus ditujukan kepada para pemimpin negara-negara di ASEAN termasuk kepada Sekretariat ASEAN. Dalam pernyataan awalnya AISC memahami perlunya pengurangan kapasitas produksi baja khususnya di negara-negara yang telah dalam kondisi kelebihan kapasitas dan negaranya terpaksa memberikan subsidi ekspor untuk mendorong ekspor baja, sesuatu yang dikuatirkan akan memperburuk situasi kelebihan kapasitas global. Sebagaimana diketahui bahwa GFSEC memperkirakan kelebihan kapasitas industri baja global akan mencapai 606 juta ton dan akan terus memburuk sebagai akibat investasi yang dilakukan oleh produsen baja Tiongkok, baik investasi domestik maupun di negara lain, yang mendapatkan dukungan dari pemerintah Tiongkok. Perkiraan SEAISI berdasarkan rencana-rencana investasi yang telah diketahui maka kapasitas industri baja ASEAN akan meningkat dari 89.5 juta ton menjadi 157.2 juta ton dalam beberapa tahun mendatang, bila diasumsikan seluruh rencana investasi tersebut terlaksana. Senada dengan hal itu OECD mencatat adanya rencana penambahan kapasitas produksi baja global sebesar 58 juta ton yang akan selesai pada tahun 2020-2022. Terkait hal ini SEAISI memperkirakan bahwa diperlukan waktu setidaknya 17 tahun agar pertumbuhan konsumsi baja di ASEAN dapat mengejar kapasitas yang akan terpasang tersebut. Hal ini tentunya bila tidak dilakukan antisipasi dalam jangka pendek dapat menyebabkan terjadinya penurunan harga sehingga mengakibatkan kerugian finansial bagi industri baja dan meningkatkan risiko bisnis termasuk timbulnya pengangguran.Menyikapi situasi tersebut dan dampak buruk yang dapat terjadi bagi ASEAN, dalam pernyataan bersama AISC yang ditandatangani oleh tujuh pemimpin asosiasi-asosiasi industri besi baja negara ASEAN(2), diserukan kepada Sekretariat ASEAN dan kepada Pemerintah Negara-negara ASEAN untuk mengambil langkah-langkah sebagai berikut:1. Bahwa Pemerintah Negara-negara ASEAN perlu menyadari situasi kelebihan kapasitas di masing-masing negaranya termasuk kelebihan kapasitas secara kumulatif di kawasan ASEAN, dan karenanya perlu melakukan kesepakatan-kesepakatan secara berkala dengan masing-masing asosiasi industri besi baja, termasuk antara Sekretariat ASEAN dengan AISC.2. Agar Pemerintah Negara-negara ASEAN berupaya untuk melakukan koordinasi dalam melakukan perencanaan investasi industri besi baja di kawasan, untuk memastikan bahwa kawasan ASEAN tidak akan terdampak buruk akibat investasi-investasi baru yang pada dasarnya telah kelebihan kapasitas.3. Bahwa Pemerintah Negara-negara ASEAN perlu mendorong agar investasi-investasi asing di sektor besi baja dilakukan untuk memproduksi produk-produk berkualitas tinggi, menggunakan teknologi yang kompetitif, ramah lingkungan dan hemat energi, dan bukan menggunakan teknologi yang memproduksi barang-barang yang mirip (like-product) atau kegunaan yang sama dengan produk yang telah kelebihan kapasitas, termasuk tidak membawa teknologi yang telah usang dan peralatan produksi yang telah terpakai (mesin bekas) ke dalam kawasan ASEAN.Dalam dokumen pernyataan yang sama, menyikapi situasi pandemi COVID-19 yang tengah terjadi AISC mengharapkan agar negara-negara ASEAN membuat kebijakan yang lebih agresif untuk mendukung penggunaan baja dalam negeri khususnya untuk konstruksi, fabrikasi, galangan kapal dan sektor-sektor lainnya dalam rangka mengurangi dampak pandemi terhadap sektor-sektor yang terkena, termasuk untuk memastikan praktik perdagangan yang adil (fair trade practice). Secara lebih tegas AISC meminta kepada Pemerintah Negara-negara ASEAN untuk melakukan langkah-langkah sebagai berikut:1. Pemerintah ASEAN perlu mempertimbangkan untuk membangkitkan perekonomian yang lesu di tengah pandemi dengan cara melakukan pembangunan infrastruktur atau proyek konstruksi publik lainnya, yang awalnya akan menguntungkan industri konstruksi dan pada gilirannya akan menarik sektor-sektor lainnya seperti manufaktur, otomotif, galangan kapal dan industri pengguna baja lainnya. Hal ini di masa lalu telah terbukti berhasil mengatasi krisis di negara-negara ASEAN.2. Paket-paket stimulus perekonomian harus diutamakan diberikan bagi penggunaan baja dalam negeri untuk proyek-proyek nasional.3. Pemerintah ASEAN perlu mengkaji ulang kebijakan importasi besi baja dan mendorong agar industri pengguna baja menjadi contoh dan memberi teladan penggunaan produk baja dalam negeri sepanjang isu kualitas, harga dan pengiriman tidak menjadi kendala. Terkait pernyataan AISC butir ke-3 di atas, IISIA sebagai asosiasi baja yang menjadi mitra Pemerintah Indonesia telah secara aktif memberikan usulan-usulan kepada pemerintah untuk memperbaiki kebijakan importasi besi baja agar dapat mendukung peningkatan penggunaan produk dalam negeri dan dilakukan secara transparan melalui sistem informasi yang dapat dimonitor oleh masyarakat, antara lain melalui SIINAS dan SIBANA yang saat ini sedang disusun. Bila kebijakan ini dapat terimplementasi dengan baik diharapkan akan mampu menjamin tersedianya bahan baku yang cukup bagi industri hilir yang membutuhkan dan pada saat yang sama produk akhir yang dihasilkan dapat diserap oleh industri pengguna baja.Di samping menyikapi isu mengenai kelebihan kapasitas global dan pandemi COVID-19, AISC juga mengeluarkan pernyataan ulang terkait maraknya relokasi mesin induction furnace (IF) dari Tiongkok yang masuk ke kawasan ASEAN, khususnya dalam kaitannya dengan isu lingkungan dan keamanan produk yang dihasilkan. Mengenai hal ini lebih lanjut akan dibahas dalam artikel terpisah. Catatan:(1) Artikel berjudul “Krisis Kelebihan Kapasitas Baja Global” di website IISIA dimuat pada tanggal 4 Desember 2020.(2) Mr.Nghiem Xuan Da, AISC President, Chairman of Vietnam Steel Association (VSA); Mr. Silmy Karim, AISC Vice-President, Chairman of IISIA, Dato’ Lim Hong Thye, AISC Vice-President, President of Malaysian Iron and Steel Industry Federation (MISIF); DR. Kay Thi Lwin, AISC Vice-President, Chairman of Myanmar Iron and Steel Association (MISA); Mr. Ronald Magsajo, AISC Vice-President, President of Philippine Iron and Steel Institute (PISI); Ms. Tan Man Ee, AISC Vice-President, Chairman of Singapore Iron and Steel Industry Group (SISIG); Mr. Win Viriyaprapaikit, AISC Vice-President, Board Member of Iron and Steel Institute of Thailand (ISIT).