Mega Investasi Industri Baja ASEAN-6
Sumber: IISIA, SEAISI
Proyek investasi industri baja berkapasitas besar sedang membanjiri kawasan ASEAN-6, khususnya Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Indonesia. Dengan investasi yang melonjak tajam tersebut, maka kapasitas produksi baja di kawasan ASEAN-6 akan meningkat pesat yang berpotensi mengakibatkan terjadinya kelebihan kapasitas (excess capacity) secara signifikan.
Malaysia akan menambah 30 juta ton kapasitas produksi baja baru, dimana 21 juta ton di antaranya akan terpasang pada tahun 2024 dan sisanya diperkirakan akan segera terealisasi setelahnya. Investor yang masuk di Malaysia adalah WenAn Steel, Alliance Steel, Oriental Shield, dan Eastern Steel. Di Filipina, terdapat dua proyek pembangunan pabrik baja baru yang akan memproduksi baja sebanyak 12 juta ton. Investor utama dari proyek ini adalah Panhua Group dan Steel Asia Group. Sementara itu, Vietnam akan menambah kapasitas produksi baja sebanyak 20 juta ton. Investor utama yang terlibat adalah perusahaan-perusahaan yang sudah ada di negara tersebut, yaitu Pomina Steel, Hoa Phat Group, dan Formosa Ha Tinh. Penambahan kapasitas sejumlah 6 juta ton dilaporkan akan siap pada tahun 2023, sedangkan sisanya, yaitu 14 juta ton, diperkirakan segera menyusul.
Di Indonesia, telah disepakati investasi untuk penambahan kapasitas produksi baja sebanyak 29,2 juta ton dari lima investor, yaitu Krakatau Steel-Posco, Dexin Steel, Fuhai Indonesia, Hebei Bishi Group dan Gunung Group. Pada tahun 2022, diperkirakan akan terdapat tambahan kapasitas produksi baja sebanyak 4 juta ton. Selanjuntya, 3 juta ton akan terpasang pada tahun 2023, 5,2 juta ton pada tahun 2026, dan tambahan kapasitas sebesar 17 juta ton diperkirakan akan segera dilakukan setelahnya.
Secara khusus, PT Krakatau Steel dan POSCO berencana meningkatkan kapasitas produksi PT Krakatau Posco hingga mencapai 10 juta ton dalam lima tahun ke depan. Kedua belah pihak menyepakati untuk segera melakukan investasi sebesar USD 3,5 miliar guna meningkatkan kapasitas produksi PT Krakatau Posco, dari produk hulu sampai hilir, sebesar 6 juta ton/tahun. Untuk merealisasikan itu, dalam waktu dekat akan dibangun blast furnace kedua dengan kapasitas 3 juta ton/tahun untuk menghasilkan total produksi slab sebesar 6 juta ton/tahun yang diikuti dengan penambahan kapasitas HSM menjadi 3 juta ton. Selain peningkatan kapasitas produksi baja kasar, PT Krakatau Posco juga akan membangun pabrik cold rolling mill untuk membuat produk baja bernilai tambah tinggi, seperti bahan otomotif untuk kendaraan listrik guna mendukung tujuan Indonesia menjadi basis regional bagi industri otomotif. Selanjutnya, POSCO juga terlibat dalam investasi industri rantai pasok baterai kendaraan listrik yang dipimpin oleh LG Energy Solution, perusahaan asal Korea Selatan, dengan nilai mencapai USD 9,8 miliar.
Dikutip dari pidato General Secretary SEAISI, Yeoh Wee Jin, pada acara 2022 ASEAN Raw Material and Scrap Focus, jika seluruh rencana penembahan kapasitas pabrik baja di Kawasan ASEAN terealisasi, maka akan ada peningkatan kapasitas produksi secara signifikan. Kapasitas produksi baja di Kawasan ASEAN akan meningkat menjadi 90 juta ton pada tahun 2026 dari kapasitas saat ini sebesar 71,8 juta ton. Dalam jangka waktu yang lebih panjang, apabila keseluruhan rencana investasi terealisasi maka kapasitas produksi baja di ASEAN akan mencapai hingga 165 juta ton, atau bertambah sebesar 93 juta ton. Kawasan ASEAN akan mengalami excess capacity yang besar dan berpotensi menimbulkan permasalahan perdagangan baja di antara negara-negara ASEAN
Apa yang perlu dilakukan Indonesia?
Kondisi di atas perlu diantisipasi dengan cermat agar tidak terjadi lonjakan impor ke Indonesia. Tanpa dukungan pemerintah, Indonesia akan berpotensi menjadi pasar bagi produsen luar negeri, khususnya negara-negara ASEAN.
Di sisi lain, Indonesia masih memerlukan investasi yang cukup besar pada sektor industri baja untuk memenuhi kebutuhan baja domestik yang diperkirakan akan mencapai hingga 125 juta ton pada tahun 2050. Kebutuhan investasi ini perlu didukung oleh kebijakan pemerintah yang tepat dan akurat.
Pertama, investasi yang masuk ke Indonesia perlu dilakukan secara selektif berdasarkan neraca komoditas baja nasional sehingga investasi dilakukan pada segmen yang benar-benar membutuhkan tambahan kapasitas. Dalam dekade terakhir ini, kebijakan penurunan produksi baja dan persyaratan lingkungan yang diperketat di Tiongkok, telah menyebabkan investasi dari Tiongkok ke Indonesia meningkat pesat. Ini dilakukan dengan cara antara lain relokasi fasilitas produksi dari Tiongkok ke Indonesia, khususnya untuk fasilitas produksi baja karbon. Keadaan ini menimbulkan permasalahan kelebihan kapasitas di sektor long product yang menyebabkan tingkat utilisasi kapasitas fasilitas produksi wire rod hanya sekitar 30-40%. Investasi yang tidak terkontrol seperti ini juga telah menyebabkan fenomena investasi baru mematikan investasi lama. Hal ini perlu dihindari, sehingga diperlukan pengaturan dalam investasi pada industri baja.
Kedua, pemerintah diharapkan dapat menerapkan kebijakan pengendalian impor secara efektif sehingga impor hanya dilakukan untuk produk yang belum dapat diproduksi produsen baja dalam negeri. Kebijakan ini diperlukan untuk menjaga dan memaksimalkan investasi yang telah dilakukan sehingga dapat meningkatkan daya tarik investasi.
Ketiga, diperlukan pemberian insentif investasi yang lebih menarik dengan merujuk pada berbagai insentif investasi yang diberikan oleh negara-negara di Kawasan ASEAN dan negara produsen baja terkemuka seperti Tiongkok, India dan Korea Selatan. Kebijakan ini diperlukan agar investasi yang dilakukan di Indonesia memiliki daya saing global.
Keempat, tidak kalah penting diperlukan sebuah peta jalan (roadmap) pengembangan industri baja nasional yang terintegrasi dengan seluruh industri pada ekosistem industri baja nasional sehingga pembangunan industri baja nasional selaras dan sejalan dengan pengembangan industri nasional secara menyeluruh. Termasuk di dalam roadmap adalah tahapan pengembangan kapasitas yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan baja pada tahun 2050 sebesar 125 juta ton. Tahapan pengembangan ini diperlukan untuk menghindari excess capacity di satu sisi dan di sisi lainnya dapat memenuhi peningkatan kebutuhan domestik.
Kelima, pemerintah juga perlu secara lebih serius mulai menangani pengembangan industri baja yang merupakan the mother of all industries sebagaimana di negara lain dengan membentuk lembaga pemerintah yang menangani industri baja. India memiliki Kementerian Industri Baja, Tiongkok memiliki Kementerian Metalurgi dan berbagai pusat pengembangan industri baja.
Berbagai kebijakan tersebut diperlukan untuk menjaga agar Indonesia tidak menjadi pasar bagi produsen baja ASEAN dan lainnya di masa yang akan datang mengingat ancaman kelebihan kapasitas yang sangat besar di Kawasan ASEAN. Di sisi lain, Indonesia perlu memastikan bahwa kebutuhan baja nasional sebesar 125 juta ton pada tahun 2050 dapat terpenuhi secara mandiri melalui investasi pengembangan kapasitas industri baja nasional. Berkaca pada berbagai negara, industri baja merupakan tulang punggung bagi pengembangan industri dan ekonomi. Oleh karenanya, Indonesia Maju akan dapat terwujud apabila tercipta kemandirian industri baja nasional.