Perkembangan Ekspor-Impor Baja Indonesia Q3 2023
Sumber: IISIA, BPS
Volume ekspor produk baja kode HS 72 dan 73 terus menunjukkan peningkatan sejak tahun 2018 sampai tahun 2022 tidak mengalami dampak negatif COVID-19. Tren peningkatan ekspor ini berlanjut hingga Q3 2023 di mana volume ekspor produk baja menunjukkan peningkatan sebesar 1,8 juta ton atau sekitar 16,7 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Di sisi lain, volume impor produk baja sepanjang tahun 2018-2022 terlihat berfluktuasi dan terdampak COVID-19. Pada tahun 2018-2019 volume impor meningkat dan kemudian turun pada tahun 2020 akibat COVID-19. Pasca COVID-19, volume impor pada periode 2021-2022 meningkat yang berlanjut pada Q3 2023 dengan peningkatan sebesar 372 ribu ton atau tumbuh sekitar 3,5 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2022 (Tabel 1).
Dari sisi nilai, ekspor produk baja meningkat secara signifikan sebesar 348,2 persen dari sebelumnya USD6.331 juta pada tahun 2018 menjadi USD28.378 pada tahun 2022. Pada Q3 2023, nilai kumulatif ekspor produk baja mengalami penurunan sebesar USD971 juta dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sedangkan nilai impor produk baja terlihat naik turun sepanjang tahun 2018-2022 seiring dengan pergerakan volume impor yang terdampak COVID-19. Nilai kumulatif impor Q3 2023 menunjukkan penurunan sebesar USD1.490 juta dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya (Tabel 2). Perlu dicatat bahwa nilai impor pada Q3 tahun 2023 telah lebih tinggi daripada nilai impor setahun penuh pada tahun 2022.
Neraca volume perdagangan mulai positif pada tahun 2022 dan dapat dipertahankan pada Q3 2023, sedangkan neraca nilai perdagangan telah positif sejak tahun 2020. Hal ini terutama disebabkan oleh adanya perbedaan harga antara produk ekspor dan impor akibat perbedaan jenis produk.
Sebagaimana disajikan pada Tabel 1, neraca volume perdagangan produk baja menunjukkan angka positif dan mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebesar 480 persen menjadi 1,76 juta ton pada Q3 2023 dari yang sebelumnya 300 ribu ton pada periode yang sama di tahun lalu. Peningkatan neraca volume perdagangan produk baja juga diikuti dengan meningkatnya neraca nilai perdagangan. Neraca nilai perdagangan produk baja menunjukkan peningkatan sebesar USD521 juta pada Q3 2023 atau naik sebesar 5,4 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun lalu. Jika kita cermati, nilai ekspor produk baja pada Q3 2023 mengalami penurunan sebesar USD971 juta , namun nilai impor produk baja mengalami penurunan lebih tajam sebesar USD1.490 juta sehingga neraca nilai perdagangan meningkat.
Produk yang sangat berkontribusi pada volume ekspor besi dan baja nasional hingga Q3 2023 adalah Ferro Alloy sebesar 1,3 juta ton, Slab sebesar 269 ribu ton, Coated Sheet sebesar 177 ribu ton, Plate sebesar 96 ribu ton, serta kelompok produk “other” yang terdiri dari Pig Iron yang meningkat sebesar 871 ribu ton, HBI 34 ribu dan scrap 5 ribu ton. Namun, beberapa produk menunjukkan penurunan ekspor jika dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, seperti Billet sebesar 642 ribu ton, Hot Rolled Coil 100 ribu ton, Cold Rolled Coil sebesar 39 ribu ton, dan Section sebesar 3 ribu ton (Gambar 1).
Sementara itu, impor turun pada produk Ferro Alloy sebesar 270 ribu ton, Cold Rolled Coil sebesar 255 ribu ton, Bar sebesar 57 ribu ton, Slab 44 ribu ton, Wire Rod 42 ribu ton, dan Billet 5 ribu ton. Namun, terjadi juga peningkatan volume impor pada beberapa produk seperti Pipe & Tube sebesar 278 ribu ton, Plate sebesar 199 ribu ton, Hot Rolled Coil sebesar 126 ribu ton, Coated Sheet sebesar 100 ribu ton, dan Section sebesar 20 ribu ton. Segmen produk yang mengalami peningkatan ini merupakan segmen produk yang beririsan dengan produk yang dihasilkan produsen baja nasional (Gambar 2). Selain itu terdapat kelompok produk “other” yang mengalami peningkatan sebesar 296 ribu ton yang terdiri terutama terdiri atas Pig Iron sebesar 177 ribu ton dan scrap sebesar 134 ribu ton. Baik Pig Iron maupun scrap merupakan bahan baku yang dibutuhkan oleh industri besi dan baja nasional.
Memperhatikan perkembangan ekspor dan impor produk baja yang terjadi pada tahun 2023 hingga Q3, IISIA memberikan beberapa catatan dan usulan kepada pemerintah, antara lain:
- IISIA mengapresiasi upaya pemerintah dalam melakukan pengendalian impor baja, sehingga peningkatan volume impor pada Q3 dapat dikendalikan sebesar 3.5 persen. Peningkatan volume ini cukup berarti bagi produsen baja nasional mengingat beberapa segmen produk masih memiliki tingkat utilisasi di bawah 60 persen. Peningkatan impor terjadi pada segmen produk HRC, Plate, Pipe & Tube yang merupakan segmen produk yang diproduksi oleh produsen baja nasional. Hal ini semakin menunjukkan pentingnya penyelesaian Neraca Komoditas sehingga produk yang diimpor benar-benar produk yang tidak dapat diproduksi oleh produsen baja nasional.
- IISIA kembali mengharapkan agar program-program untuk meningkatkan penggunaan produk baja dalam negeri seperti Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), substitusi impor, penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib, maupun penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimum dapat terus ditingkatkan untuk proyek-proyek yang dilaksanakan pemerintah/Badan Usaha Milik Negara (BUMN), baik yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun pembiayaan dari sumber lain termasuk pembiayaan luar negeri. Penetapan TKDN ini perlu dilakukan sejak tahap perencanaan yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan kementerian/lembaga terkait lainnya.
- IISIA mengharapkan pemerintah untuk terus mendukung kegiatan ekspor yang dilakukan produsen baja nasional, termasuk mengantisipasi munculnya hambatan perdagangan yang diterapkan negara tujuan ekspor. Secara khusus, IISIA mengharapkan agar pemerintah mengantisipasi retaliasi atas kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel dan penerapan CBAM yang dilakukan oleh Uni Eropa. Selain itu, pemerintah perlu mulai melakukan antisipasi atas berbagai upaya standarisasi terkait produk baja hijau (green steel) melalui antara lain penerbitan Environmental Product Declaration (EPD) maupun sertifikasi produk hijau lainnya yang berpotensi menjadi hambatan ekspor.