Sebagaimana berita sebelumnya “Krisis Kelebihan Kapasitas Baja Global | IISIA”(1), berbagai asosiasi baja dunia telah membuat pernyataan bersama pada tanggal 22 Oktober 2020 yang menyampaikan keprihatinan dan mendesak Global Forum for Steel Excess Capacity (GFSEC) agar terus berupaya mengatasi krisis kelebihan kapasitas produksi baja global yang terjadi pada saat permintaan baja sangat tertekan oleh pandemi COVID-19.
World Steel Association (worldsteel) melaporkan bahwa produksi baja kasar dari 64 negara produsen utama baja dunia pada bulan Oktober 2020 mencapai 162 juta ton atau meningkat 7% dibandingkan Oktober tahun lalu. Produksi Tiongkok diperkirakan mencapai 92 juta ton atau meningkat 12,7% dan produksi negara-negara lainnya mencapai 70 juta ton atau meningkat 0,3%
Berdasarkan data World Trade Organization (WTO) tahun 2020, penerapan instrumen trade remedies—anti-dumping, anti-imbalan/countervail, dan safeguard—untuk produk besi dan baja menunjukkan tren peningkatan selama periode 2010-2019, meskipun dalam 2 tahun terakhir mengalami sedikit penurunan.
Pada tanggal 22 Oktober 2020, berbagai asosiasi baja global mendesak Global Forum for Steel Excess Capacity (GFSEC) agar terus berupaya mengatasi krisis kelebihan kapasitas produksi baja global. GFSEC merupakan forum yang didirikan pada 16 Desember 2016 di Berlin oleh 33 negara anggota G-20 dan OECD, termasuk Indonesia.
Jika bicara baja, orang pasti mengingat Krakatau Steel. Bagaimana tidak, Krakatau Steel merupakan perusahaan baja pertama di Indonesia. Didirikan pada 31 Agustus 1970, perusahaan yang berlokasi di Cilegon – Banten ini merupakan kebanggaan Indonesia.
Data Badan Pusat Statistik, semester I 2020, menunjukkan bahwa neraca perdagangan baja nasional mengalami defisit sebesar USD 884 juta atau turun 63% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai USD 2.047 juta. Dari sisi volume, defisit neraca perdagangan mencapai 2.805 ribu ton atau turun 40% dibandingkan semester I 2019 yang mencapai 4.745 ribu ton.