• The Indonesian Iron & Steel Industry Association
Language
  • Beranda
  • Tentang Kami
    • Visi & Misi
    • Sejarah
    • Pesan Chairman
    • Organisasi
    • Program Utama
  • Anggota
  • Informasi
    • Berita
    • Analisis & Laporan
    • Presentasi
    • Publikasi
    • Standar Industri Baja
    • Alat Konversi
    • Galeri Baja
  • Kegiatan
  • Sponsor
  • Kontak
  • Katalog Baja
  • Monitoring Export/Import
  • Event IBF
  • Beranda
  • Berita
  • Kinerja Industri Baja Tahun 20...
08 February 2023 Market

Kinerja Industri Baja Tahun 2022 dan Prospek Tahun 2023

Kinerja Industri Baja Tahun 2022 dan Prospek Tahun 2023

Sumber: IISIA

Pemulihan ekonomi global pasca pandemi COVID-19 menghadapi kondisi yang penuh tantangan. Pertumbuhan ekonomi dunia diprediksi masih melemah, terutama disebabkan adanya konflik geopolitik, tekanan permintaan domestik di berbagai negara, serta pengetatan finansial yang meluas di tahun 2022. Namun demikian, perekonomian Indonesia terbukti relatif tangguh dalam menghadapi krisis tersebut. Pada tahun 2022, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai 5,3%, lebih tinggi dibanding tahun 2021 yang mengalami pertumbuhan sebesar 3,7%. Sementara itu, realisasi investasi sepanjang tahun 2022 adalah sebesar Rp1.207 triliun melewati target Rp1.200 triliun atau tumbuh 34,0% dibandingkan capaian pada tahun 2021 sebesar Rp901 triliun. 

Pemerintah dan beberapa lembaga memproyeksi pertumbuhan PDB Indonesia pada tahun 2023 berkisar 4,5-5,3%, sehingga Indonesia diprediksi akan menjadi “The Bright Spot in Asia” bersama beberapa negara ASEAN lainnya. Sumber utama pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut berasal dari konsumsi domestik dan investasi yang diperkirakan masih cukup kuat serta kinerja ekspor yang tetap positif di tengah pertumbuhan ekonomi global yang melambat. Konsumsi domestik diperkirakan akan tumbuh positif pada kisaran 5%, sedangkan investasi dan ekspor juga diproyeksikan tetap meningkat. Tumbuhnya investasi didorong oleh masih gencarnya pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah, selain investasi yang dilakukan di sektor pertambangan dan manufaktur untuk mendukung kebijakan hilirisasi industri. Anggaran infrastruktur di tahun 2023 mencapai Rp392 triliun atau meningkat 7,8% dari tahun sebelumnya sebesar Rp364 triliun. Meningkatnya anggaran infrastruktur ini akan mendorong investasi ke sektor pembangunan dan turunannya seperti konstruksi, energi, transportasi, dan komunikasi. Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi juga didorong oleh ekspor komoditas CPO, batubara dan hasil tambang lainnya beserta produk yang dihasilkan dari hilirisasi industri, khususnya produk besi dan baja. Keseluruhan faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di atas yang meliputi konsumsi domestik, investasi dan ekspor akan berkaitan langsung dengan kinerja industri baja nasional.

Neraca Perdagangan Besi dan Baja Tahun 2022

Neraca perdagangan besi dan baja terus menunjukkan perkembangan positif. Setelah bertahun-tahun mengalami neraca perdagangan negatif, sejak tahun 2020 telah berbalik menjadi positif (lihat Gambar 1). Pada tahun 2020, neraca perdagangan mengalami surplus sebesar USD3,22 miliar, dan terus meningkat pada tahun 2021 dan 2022 menjadi USD8,50 miliar dan USD11,97 miliar secara berturut-turut. Hal ini disebabkan karena tumbuhnya ekspor baja yang sangat signifikan selama tiga tahun terakhir. Pada tahun 2020, 2021, dan 2022, ekspor baja meningkat dari USD11,17 miliar menjadi USD23,34 miliar pada tahun 2021 dan USD26,03 miliar pada Januari-November 2022. Faktor pendorong perbaikan neraca perdagangan  tersebut adalah tumbuhnya produksi baja stainless steel sebagai imbas positif dari kebijakan hilirisasi mineral serta produksi baja karbon yang merupakan dampak dari investasi berbagai produsen baja global.  

 

Gambar 1 Kinerja Industri Baja Tahun 2018-2022

Tabel 1 Ekspor – Impor berdasarkan Jenis Produk Besi dan Baja Periode Januari – November 2022 (Juta USD)

 

Meskipun neraca perdagangan total pada Januari – November 2022 mengalami surplus hingga USD11,97 miliar, namun demikian neraca untuk tiap jenis produk baja karbon masih banyak yang mengalami defisit. Beberapa hal penting yang perlu menjadi catatan adalah sebagai berikut:

  • Produk dengan neraca surplus paling besar adalah produk untuk jenis ironmaking products (produk besi kasar) yang mencapai USD9,32 miliar, dikuti oleh produk jenis semi-finished (setengah jadi) dengan nilai USD2,94 miliar. Produk jenis hot rolled (baja canai panas) mampu menghasilkan neraca perdagangan positif senilai USD1,94 miliar. Neraca positif ini terutama didorong ekspor produk jenis stainless steel sebesar USD3,78 miliar. Di sisi lain, hampir keseluruhan jenis produk canai panas lainnya mencatatkan neraca perdagangan negatif. Hal yang sama terjadi untuk produk jenis cold rolled (canai dingin) di mana neraca perdagangan mampu mencatatkan nilai positif senilai USD0,44 miliar. Positifnya neraca ini disebabkan nilai ekspor produk stainless steel cold rolled senilai USD2,55 miliar yang lebih tinggi dari defisit pada produk lainnya. Selanjutnya, produk hilir dalam bentuk coated sheet (baja lapis), pipe (pipa) dan lainnya, kesemuanya mencatatkan neraca perdagangan negatif.
  • Ekspor produk baja nasional terutama didorong oleh ekspor produk jenis stainless steel, baik untuk produk besi kasar (pig iron dan ferroalloy), produk setengah jadi (slab dan billet) maupun dalam bentuk canai panas dan dingin. Nilai ekspor produk stainless steel dalam bentuk besi kasar dan setengah jadi cukup dominan hingga mencapai nilai USD16,23 miliar atau mencapai 62,3% dari total ekspor Januari – November 2022 sebesar USD26,03 miliar. Produk jenis besi kasar dan setengah jadi belum memberikan nilai tambah maksimal bagi Indonesia karena merupakan bahan baku untuk diproses lebih lanjut bagi produsen stainless steel di luar negeri, khususnya Tiongkok. Produk dengan nilai tambah yang lebih optimal adalah produk canai panas dan dingin stainless steel yang mencapai USD6,32 miliar atau mencapai 24,3% dari total ekspor periode yang sama. Keseluruhan kontribusi produk stainless steel dengan demikian mencapai USD22,55 miliar atau mencapai 86,6% dari keseluruhan ekspor tersebut. Di sisi lain, kontribusi ekspor produk baja karbon masih jauh lebih rendah dibandingkan produk stainless steel yaitu hanya mencapai 13,4% dari total ekspor. Ekspor baja karbon ini antara lain didorong oleh adanya investasi yang dilakukan oleh beberapa pemain baja global di industri baja nasional.
  • Berbeda dengan struktur produk ekspor yang didominasi produk besi kasar dan setengah jadi maka produk impor didominasi oleh produk canai panas, canai dingin, pelapisan dan produk hilir lainnya sebesar USD8,76 miliar atau mencapai 62,3% dari total impor. Sebagian besar produk impor ini merupakan produk yang bersaing secara langsung dengan produk yang dihasilkan produsen baja dalam negeri.

Perbaikan neraca perdagangan besi dan baja terutama disebabkan oleh meningkatnya ekspor produk jenis stainless steel sebagai dampak keberhasilan kebijakan hilirisasi mineral di sektor pertambangan nikel yang dilakukan oleh Pemerintah. Sedangkan untuk baja karbon, meskipun terjadi peningkatan ekspor namun demikian kontribusi nilai baja ini masih jauh lebih rendah dibandingkan produk stainless steel. Selain itu, neraca perdagangan untuk produk jenis baja karbon juga masih negatif karena masih tingginya volume impor untuk produk baja karbon. Hal ini telah mengakibatkan rendahnya utilisasi kapasitas produksi industri baja nasional. Pada bagian selanjutnya, akan dibahas ekspor dan impor berbagai produk baja yang berdampak langsung pada utilisasi industri baja nasional.

Ekspor Produk Besi dan Baja Tahun 2022 

Total volume ekspor produk besi dan baja sepanjang tahun 2017-2022 terus mengalami peningkatan secara signifikan. Volume ekspor pada tahun 2017 mencapai 1.025 ribu ton dan terus meningkat menjadi 5.002 ribu ton pada tahun 2021, tumbuh secara impresif dengan Compound Annual Growth Rate (CAGR) mencapai 48,6%. Tren peningkatan ini terus berlanjut pada tahun 2022 dengan volume total ekspor produk baja periode Januari-November 2022 telah mencapai 4.381 ribu ton, atau naik sebesar 0,6% dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 4.356 ribu ton. Ekspor produk baja karbon dan paduan di tahun 2022 adalah sebesar 1.774 ribu ton atau naik 5,9% dari tahun sebelumnya, yang didominasi oleh produk wire rod, plate, dan gulungan canai panas (hot rolled coil/HRC). Sementara itu, ekspor stainless steel adalah sebesar 2.608 ribu ton atau turun 2,7% dari tahun sebelumnya. Volume ekspor produk baja tahun 2017-2022 disajikan pada Tabel 2.

Seiring dengan pertumbuhan volume total ekspor produk baja di atas, ekspor produk baja karbon jenis flat product juga terus tumbuh dengan CAGR mencapai 25,7% sepanjang periode 2017-2021. Pada tahun 2017 ekspor baja karbon flat product sebesar 516 ribu ton dan terus konsisten mengalami kenaikan sampai tahun 2021 menjadi 1.288 ribu ton. Pertumbuhan ekspor tertinggi dicatatkan oleh produk CRC/S dan HRC yang mengalami pertumbuhan ekspor dengan CAGR masing-masing sebesar 236,7 dan 94,6%. Pertumbuhan ini didorong oleh keberhasilan produsen baja nasional untuk memanfaatkan peluang pasar ekspor pada tahun 2021 yang terdampak COVID-19.  Selanjutnya, pada tahun 2022 (Januari-November) ekspor produk ini mencapai 1.067 ribu ton, naik 13,7% dibandingkan tahun 2021 sebesar 939 ribu ton pada periode yang sama.  Produsen baja nasional sekali lagi berhasil memanfaatkan peluang pasar global yang semakin menantang sebagai dampak perang Rusia-Ukraina selain masih berlangsungnya dampak COVID-19.

Ekspor baja jenis long product juga mengalami kenaikan yang cukup menggembirakan. Pada kurun waktu 2017-2021 ekspor tumbuh dengan CAGR mencapai 56,2%. Pada tahun 2020 dan 2021 terjadi kenaikan ekspor yang sangat signifikan, terutama pada produk wire rod. Ekspor long product dari tahun 2017-2021 secara berturut-turut adalah 129, 168, 149, 416 dan 771 ribu ton. Sementara itu, volume ekspor untuk tahun 2022 (Januari-November) sebanyak 707 ribu ton atau mengalami penurunan sebanyak 4,0% jika dibandingkan dengan tahun 2021 pada periode yang sama sebesar 736 ribu ton.

Tabel 2 Volume Ekspor Produk Baja Tahun 2017-2022 (Ribu Ton)

Seperti halnya produk baja karbon, produk stainless steel secara umum juga mengalami kenaikan volume ekspor pada kurun waktu 2017-2022. Volume ekspor stainless steel jenis flat product terus mengalami tren kenaikan sepanjang tahun 2017-2021 dengan CAGR mencapai 66,9%, kecuali pada tahun 2020.  Pada tahun 2020 ekspor mencapai 1.827 ribu ton atau turun 8,6% dari tahun 2019 sebesar 1.997 ribu ton. Sementara itu, produk stainless steel jenis long product, juga mengalami kenaikan volume ekspor meskipun dengan  volume ekspor yang sangat kecil dengan CAGR sebesar 20,2%. Dari tahun 2017 sampai dengan tahun 2021, baja jenis ini mengalami kenaikan ekspor dari 0,3 ribu ton di tahun 2017 menjadi 0,7 ribu ton pada tahun 2021. Pada tahun 2022 volume ekspor long product stainless steel sampai dengan November 2022 mencapai 0,7 ribu ton sedikit naik sebesar 1,9% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Kemampuan industri baja nasional untuk meningkatkan ekspor sebagaimana dijelaskan di atas, menunjukkan bahwa industri baja nasional mampu bersaing secara global.

Impor Produk Besi dan Baja Tahun 2022 

Sepanjang periode 2017-2019 impor produk baja mengalami pertumbuhan signifikan dengan CAGR sebesar 8,3%. Volume impor pada tahun 2017 mencapai 6.458 ribu ton dan tumbuh menjadi 7.568 ribu ton pada tahun 2019 (Gambar 2). Pada tahun 2020, saat pandemi COVID-19 melanda, volume impor turun secara signifikan sebesar 34,2% menjadi 4.984 ribu ton. Penurunan impor ini ternyata tidak mengganggu pemenuhan kebutuhan baja domestik karena produsen baja nasional mampu menyubstitusi produk impor. Keberhasilan substitusi produk impor ini membuktikan bahwa produsen baja nasional sesungguhnya mampu memenuhi kebutuhan baja dalam negeri yang selama ini dipasok oleh produk impor.

Sebagaimana terlihat pada Gambar 2, volume impor periode Januari-November 2022 mencapai 5.979 ribu ton, naik sebesar 6,5% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 5.591 ribu ton. Volume impor terbesar terjadi pada baja karbon yang mencapai 3.714 ribu ton atau naik 11,6% dari tahun sebelumnya sebesar 3.282 ribu ton. Untuk baja paduan, volume impor mencapai 2.029 ribu ton atau sedikit turun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 2040 ribu ton. Sedangkan untuk stainless steel sebesar 236 ribu ton atau turun dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 269 ribu ton. Volume impor baja paduan ini diduga lebih tinggi dari kebutuhan sesungguhnya pada industri hilir pengguna produk baja sebagai akibat munculnya praktik pengalihan HS Code (circumvention).

Dalam kurun waktu tahun 2017-2021, impor stainless steel relatif stabil di kisaran 200-300 ribu ton, sedangkan untuk baja karbon dan baja paduan naik turun dengan kisaran 3,3-4,4 juta ton untuk baja karbon dan 1,4-3,0 juta ton untuk baja paduan. 

 

Gambar 2 Volume Impor Tahun 2017-2022

Volume impor produk baja masih relatif tinggi dan dengan kecenderungan terus meningkat. Hal ini mengakibatkan pangsa pasar domestik yang terus tumbuh belum dapat dinikmati sepenuhnya oleh produsen baja nasional. Pangsa pasar domestik yang seharusnya diisi oleh produsen nasional telah direbut oleh produsen baja dari negara lain, padahal pasar tersebut sesungguhnya dapat dipasok oleh produsen baja dalam negeri sebagaimana substitusi impor yang terjadi pada tahun 2020 pada saat impor turun signifikan sebagai dampak COVID-19. 

Utilisasi Kapasitas Industri Baja Nasional 

Tingkat utilisasi kapasitas industri baja nasional secara umum masih berada di bawah kondisi ideal. Industri baja yang sehat seharusnya memiliki tingkat utilisasi kapasitas produksi minimal 80%, sedangkan utilisasi kapasitas industri baja nasional saat ini secara umum masih berada di bawah 60% (Gambar 3). Utilisasi yang rendah ini mengindikasikan bahwa industri baja mempunyai profitabilitas yang rendah bahkan cenderung merugi sehingga belum mampu menjaga keberlangsungan operasi dan pertumbuhan kapasitas. 

Sebagaimana terlihat pada Gambar 3, tingkat utilisasi kapasitas cenderung mengalami peningkatan pada kurun waktu 2019-2021 yang didorong oleh peningkatan kebutuhan baja dalam negeri dan ekspor. Namun demikian tingkat utilisasi ini masih di bawah 60% untuk sebagian besar kelompok produk dengan pengecualian untuk produk plate yang telah dapat mencapai tingkat utilisasi kapasitas  di atas 80%. Tingginya tingkat utilisasi kapasitas untuk produk plate ini terjadi karena porsi ekspor produk plate yang relatif tinggi. Produsen plate terpaksa melakukan ekspor karena pangsa pasar produk plate domestik diisi oleh produk impor.

Rendahnya tingkat utilisasi kapasitas industri baja nasional disebabkan antara lain masih tingginya impor produk baja. Tahun 2020 memberikan pelajaran penting bahwa produsen baja nasional sesungguhnya mampu untuk menyubstitusi produk impor sehingga tingkat utilisasi kapasitas produksi untuk setiap segmen produk pada tahun tersebut meningkat signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, sebagaimana terlihat pada Gambar 2. Dengan demikian apabila dapat dilakukan pengendalian impor melalui berbagai program yang dicanangkan oleh pemerintah, seperti halnya P3DN, TKDN, substitusi impor dan pemberlakuan Neraca Komoditas, maka dapat dipastikan tingkat utilisasi kapasitas industri baja nasional akan meningkat lagi. 

Selain permasalahan impor, rendahnya tingkat utilisasi kapasitas juga terjadi akibat investasi yang berlebih. Pada segmen produk section dan bar, rendahnya tingkat utilisasi kapasitas terjadi akibat telah terjadinya kelebihan kapasitas produksi. Hal ini yang dipicu oleh masifnya kegiatan investasi di sektor ini yang dilakukan melalui relokasi fasilitas produksi dari Tiongkok. Oleh karenanya dibutuhkan pengelolaan investasi yang selektif agar investasi dilakukan pada segmen yang memang membutuhkan penambahan kapasitas.

 

Gambar 3 Tingkat Utilisasi Industri Baja Nasional

Proyeksi Konsumsi Baja Tahun 2023

Konsumsi baja nasional telah mengalami pemulihan setelah terpuruk pada tahun 2020 akibat COVID-19. Konsumsi baja turun menjadi 15,0 juta ton dari sebelumnya 15,9 juta ton pada tahun 2019. Konsumsi ini kemudian meningkat menjadi 15,5 juta ton pada tahun 2021, masih lebih rendah dari volume sebelum pandemik COVID-19. Pada tahun 2022, konsumsi baja nasional diprognosakan akan pulih dan melewati konsumsi sebelum COVID-19 mencapai sekitar 16,2 juta ton. 

Dengan mempertimbangkan proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2023 yang berada pada kisaran 4,5 - 5,3%, IISIA menyusun estimasi konsumsi baja nasional berdasarkan 3 skenario yaitu; pesimistis, base, dan optimistis. Skenario pesimistis disusun berdasarkan proyeksi pertumbuhan ekonomi terendah, skenario base disusun berdasarkan tingkat pertumbuhan ekonomi median dan skenario optimistis disusun berdasarkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tertinggi. Berdasarkan hal tersebut maka kebutuhan baja nasional akan tumbuh sebesar 5,3% untuk skenario pesimistis menjadi 17,0 juta ton. Sedangkan, pada skenario base dan skenario optimistis konsumsi baja nasional akan tumbuh masing-masing sebesar 5,9 dan 6,5% menjadi 17,2 dan 17,4 juta ton. Dengan demikian sepanjang tahun 2020 – 2023, konsumsi baja nasional diperkirakan akan tumbuh dengan CAGR 4,2 – 5,0%. Tingkat pertumbuhan ini masih jauh lebih kecil dibandingkan periode 2015-2019 yang memiliki CAGR sebesar 18,1%.

Seiring dengan peningkatan konsumsi baja nasional maka konsumsi baja per kapita juga akan meningkat. Konsumsi baja per kapita pada tahun 2023 diproyeksikan naik menjadi 62,2 kg dari sebelumnya 58,7 kg. Konsumsi per kapita baja nasional ini masih sangat rendah dibandingkan dengan konsumsi per kapita dunia yang mencapai 232,8 kg per kapita dan juga lebih rendah dibandingkan dengan  negara tetangga ASEAN; Philipina dengan konsumsi per kapita sekitar 100 kg per kapita, Vietnam, Thailand dan Malaysia yang berada pada kisaran 250-300 kg per kapita serta Singapura dengan konsumsi sekitar 500 kg per kapita. Berdasarkan data World Steel Association (WSA), pada tahun 2021, negara maju seperti EU memiliki konsumsi baja per kapita sekitar 344 kg per kapita, Amerika Serikat sekitar 291, Jepang 456, Korea Selatan 1076, Taiwan 886 dan Tiongkok 667 kg per kapita. Mengingat konsumsi baja per kapita yang masih sangat rendah maka konsumsi baja nasional diperkirakan akan meningkat pesat seiring dengan perkembangan perekonomian nasional.

Mengingat pertumbuhan ekonomi nasional juga sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global maka proyeksi pertumbuhan konsumsi baja nasional pada tahun 2023 masih menyisakan ketidakpastian yang cukup tinggi. Kondisi perekonomian nasional dan global pada tahun 2023 akan sangat dipengaruhi dampak COVID-19 yang masih terus berlanjut dan perang Rusia-Ukraina yang belum terselesaikan. 

 

Gambar 4 Proyeksi Konsumsi Baja (ASC) Tahun 2023

 

Gambar 4 Proyeksi Konsumsi Baja (ASC) dan Konsumsi Baja per Kapita Tahun 2023

Seiring dengan pertumbuhan konsumsi baja nasional (ASC), pada tahun 2023 produksi baja nasional diproyeksikan akan mencapai 17,2 (skenario base) dengan impor mencapai 7,7 juta ton dan ekspor tumbuh menjadi 6,3 juta ton (Gambar 4). Volume impor ini diharapkan dapat diturunkan melalui implementasi Neraca Komoditas dan pelaksanaan program P3DN dan substitusi impor.

Tantangan Industri Baja Nasional ke Depan

Industri baja nasional menghadapi tantangan klasik yang juga dihadapi oleh industri baja di negara lain yaitu adanya kelebihan kapasitas produksi global yang ekstrem. Berdasarkan data Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), kelebihan kapasitas produksi baja global mencapai 563 juta ton atau setara dengan 35 kali kebutuhan baja Indonesia pada tahun 2022. Kelebihan kapasitas yang terjadi di beberapa negara, khususnya Tiongkok, Rusia dan Eropa Timur, telah mendorong terjadinya ekspor dari negara tersebut ke berbagai negara lainnya, termasuk ke Indonesia. Produk baja impor selama bertahun-tahun telah menguasai pangsa pasar domestik, bahkan pada beberapa segmen produk mencapai lebih dari 50%. Hal ini telah mengakibatkan tingkat utilisasi kapasitas produksi pada kebanyakan segmen produk masih lebih rendah dari 60%. Tingkat utilisasi yang rendah ini telah mengakibatkan margin usaha industri baja nasional cukup rendah dan bahkan merugi, padahal investasi yang dilakukan pada industri baja nasional sudah cukup signifikan. Total investasi yang telah dilakukan pada industri baja nasional hingga tahun 2022 diperkirakan mencapai USD15,2 miliar atau sekitar Rp215,5 triliun. Tanpa dukungan pemerintah maka produsen baja nasional yang telah berinvestasi cukup  besar ini terancam tidak dapat mempertahankan kesinambungan usahanya. Oleh karena itu, diperlukan adanya dukungan pemerintah kepada industri baja dalam menghadapi permasalahan kelebihan kapasitas global yang mengakibatkan terjadinya ekspor ke negara lain, termasuk ke Indonesia. Pemerintah Amerika Serikat pada bulan Maret 2018 telah menetapkan bea masuk impor produk baja sebesar 25% untuk melindungi industri baja di negara Paman Sam tersebut. Kebijakan ini telah berhasil memperbaiki tingkat utilisasi industri baja Oleh mencapai lebih dari 80%. Sebelum adanya kebijakan tersebut, selama lebih dari 10 tahun industri baja AS memiliki tingkat utilisasi kurang dari 80% dan memiliki margin keuntungan yang rendah dan sebagian membukukan kerugian.

Tantangan berikutnya yang dihadapi industri baja nasional adalah dampak perang Ukraina-Rusia dan pandemi Covid-19. Kedua tantangan ini telah mengakibatkan terganggunya rantai pasok industri baja global. Hal ini telah mengakibatkan industri baja nasional mengalami kesulitan dalam mendapatkan bahan baku, khususnya produk setengah jadi dan skrap. Industri baja global mengalami kehilangan pasokan produsen bahan setengah jadi dari Ukraina yang fasilitas produksi bajanya mengalami kerusakan akibat perang dan dari Rusia yang mengalami embargo dari AS dan sekutunya. Kondisi ini telah mengakibatkan keterbatasan pasokan dan mengakibatkan volatilitas harga bahan baku bagi industri baja nasional.

Perang Ukraina- Rusia juga telah memunculkan peluang dan sekaligus tantangan bagi industri baja nasional. Pasar baja global tidak hanya kehilangan pasokan dalam bentuk barang setengah jadi namun juga dalam bentuk produk baja. Selain itu, perang juga telah mengakibatkan pasokan gas untuk negara EU dihentikan oleh Rusia yang berdampak pada kelangkaan dan kenaikan harga energi yang mengakibatkan beberapa produsen baja EU tidak mampu berproduksi secara efisien dan harus menghentikan kegiatan produksi. Hal ini telah memunculkan adanya peluang ekspor bagi produsen baja nasional. Menjadi tantangan tersendiri bagi produsen baja nasional untuk dapat mempertahankan dan meningkatkan ekspor di tengah kondisi bisnis yang sangat volatil sebagai akibat COVID-19 dan perang Ukraina-Rusia. Di sisi lain, perang juga menimbulkan penurunan permintaan  yang menjadi ancaman bagi pertumbuhan ekspor.

AS memiliki slogan “Buy America, Made it in America”, India dengan “Make in India”, China menyebutnya sebagai “Made in China 2025” dan banyak lagi slogan lainnya yang dipergunakan oleh berbagai negara dalam upaya perlindungan dan peningkatan penggunaan produk dalam negeri masing-masing. Presiden Jokowi telah menggaungkan slogan “Cintai Produk Sendiri, Benci Produk Impor”, di samping program P3DN, TKDN dan substitusi impor yang telah lama dicanangkan pemerintah. Namun demikian, penerapan kebijakan ini masih dirasakan pelaku industri belum sepenuhnya efektif.  Masih sering terdengar dan dikeluhkan pelaku industri dalam negeri bahwa beberapa proyek strategis belum menggunakan produk dalam negeri secara maksimal.

Tantangan selanjutnya adalah industri baja nasional masih belum sepenuhnya terlindungi dari praktik perdagangan curang khususnya circumvention yaitu praktik pengalihan kode HS dari baja karbon ke baja paduan untuk menghindari Bea Masuk (BM) MFN dan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) serta kebijakan trade remedies lainnya. Praktik circumvention ini dilakukan karena dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia besaran BM baja paduan 0%, sedangkan baja karbon dikenakan tarif BM antara 5-20% kecuali untuk negara-negara yang termasuk dalam perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia (IJEPA, IK-CEPA, ACFTA dan lainnya) yang telah memiliki tarif BM 0%. Sedangkan bea masuk anti dumping dikenakan pada beberapa produsen yang melakukan ekspor ke Indonesia dengan menggunakan praktik dumping dengan besaran bervariasi hingga mencapai 50%. Praktik circumvention ini menjadi salah satu penyebab banjirnya produk baja paduan impor dengan spesifikasi yang sama dengan produk baja karbon. Selain itu terdapat kebijakan pada daerah perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (PP 41/2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas), seperti halnya di Batam, yang menetapkan bahwa BMAD dan trade remedies lainnya tidak berlaku untuk produk impor yang diproses pada Kawasan tersebut. Kebijakan ini menjadi pintu masuk bagi produsen baja luar negeri yang telah dikenakan BMAD untuk tetap memasuk produk melalui Batam dengan praktik dumping.

Industri baja nasional juga menghadapi tantangan dari masih banyaknya produk baja yang belum/tidak sesuai dengan SNI. Beberapa produk impor telah terbukti tidak memenuhi ketentuan SNI sehingga menciptakan persaingan perdagangan yang tidak adil. Produk impor dengan dimensi kurang dari standar tentu akan lebih murah dibandingkan produk yang dihasilkan produsen baja nasional yang harus memenuhi ketentuan SNI. Selain itu aspek yang lebih penting sesungguhnya adalah hilangnya jaminan keselamatan bagi produsen pengguna produk baja. Produk yang tidak memenuhi standar SNI berpotensi membahayakan keselamatan dan keamanan pengguna. Produsen baja nasional sesungguhnya berharap agar penerapan SNI dapat menjadi salah satu non-tarif barrier, namun demikian hal ini belum menjadi kenyataan karena produsen baja luar negeri relatif cukup mudah untuk mendapatkan sertifikat SNI.

Permasalahan lain yang juga menjadi tantangan bagi industri baja nasional adalah ketersediaan  bahan baku scrap baja yang masih harus diimpor. Namun sayangnya industri baja dalam negeri sering kali mengalami kesulitan dalam melakukan impor scrap karena adanya regulasi pemerintah yang mempersyaratkan kandungan unsur pengotor (impurities) dalam scrap harus 0%. Persyaratan ini dalam praktiknya sangat sulit untuk dipenuhi. Selain itu proses perijinan impor scrap juga dipandang masih panjang dan sering menyulitkan. 

Industri baja nasional perlu melakukan peningkatan kapasitas produksi melalui investasi pembangunan fasilitas, namun demikian pada beberapa segmen produk terlah terjadi kelebihan kapasitas sebagai akibat investasi yang belum terencana dengan baik. Dalam jangka panjang, IISIA memproyeksikan akan dibutuhkan tambahan kapasitas hingga 100 juta ton hingga tahun 2050. Penambahan kapasitas yang sangat besar ini harus terencana dengan baik sehingga peningkatan kapasitas dilakukan sesuai dengan pertumbuhan kebutuhan baja domestik. Investasi peningkatan kapasitas jangan sampai menimbulkan kelebihan kapasitas, namun demikian juga perlu dihindari adanya kekurangan kapasitas produksi. Dari aspek investasi, tantangan lainnya adalah adanya penambahan kapasitas secara masif di kawasan ASEAN. Dalam 5 tahun ke depan diproyeksikan akan terdapat tambahan kapasitas baru hingga mencapai 90 juta ton. Hal ini tentu saja menjadi ancaman bagi industri baja nasional. Persaingan perdagangan baja antar negara-negara ASEAN akan semakin ketat sehingga industri baja nasional harus benar-benar menyiapkan diri secara baik dalam kegiatan investasi untuk peningkatan kapasitas. 

Untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi oleh industri baja nasional tersebut, IISIA telah mengusulkan berbagai langkah kebijakan yang perlu diambil oleh pemerintah, yang antara lain sebagai berikut:

- Penerapan Neraca Komoditas Industri Besi dan Baja 

  • IISIA mengapresiasi langkah pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Perindustrian yang sedang menyelesaikan penyusunan Neraca Komoditas untuk sektor industri besi dan baja. Neraca Komoditas ini diharapkan akan memberikan informasi riil tentang kemampuan pasokan dan kebutuhan di industri baja nasional. Selanjutnya, melalui neraca komoditas diharapkan keputusan pemberian ijin impor dapat dilakukan secara lebih tepat dan cepat. Selain itu, Neraca Komoditas diharapkan menjadi acuan dalam pemberian ijin investasi sehingga investasi dilakukan secara tepat sesuai kebutuhan baja nasional untuk menghindari terjadinya kelebihan kapasitas industri yang berlebih (over capacity). Neraca Komoditas juga diharapkan untuk dapat mempercepat pemberian ijin impor untuk bahan baku industri baja, khususnya scrap baja.

- Penerapan trade remedies atas produk impor yang terindikasi melakukan praktik perdagangan tidak sehat.

  • IISIA memberikan apresiasi atas kebijakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk impor produk Hot Rolled Coil of Other Alloy (HRC Alloy) asal Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atas Produk I dan H Section dari Produk Baja Paduan lainnya. IISIA terus mendukung dan mendorong pemerintah untuk menerapkan kebijakan trade remedies untuk produk lainnya yang telah diusulkan oleh produsen baja nasional.

- Peningkatan efektivitas program P3DN dan substitusi impor

  • Pemerintah telah menetapkan kebijakan P3DN dan substitusi impor yang sangat penting bagi peningkatan utilisasi kapasitas industri baja nasional. IISIA berharap kebijakan ini dapat lebih ditingkatkan efektivitasnya melalui peningkatan pengawasan dan pemberian sanksi yang lebih tegas serta dengan melibatkan industri baja nasional sejak tahap perancangan dalam proyek-proyek strategis nasional. 

- Peningkatan pengawasan dan tindakan atas produk baja yang tidak memenuhi standar produk yang berlaku wajib (SNI Wajib).

  • IISIA menyampaikan apresiasi atas langkah tegas yang telah dilakukan oleh Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dengan melakukan pemusnahan produk Baja Tulangan Beton yang melanggar SNI (https://iisia.or.id/post/view/id/press-release-iisia-mengapresiasi-langkah-tegas-menteri-perdagangan-ri-dalam-pemusnahan-produk-baja-). IISIA berharap pengawasan dan penindakan terhadap segala bentuk pelanggaran SNI ini dapat dilakukan lebih intens dan reguler untuk semua jenis produk baja dari hulu hingga hilir. Selain itu, IISIA juga berharap agar pemberian sertifikat SNI, khususnya untuk produk impor, dapat dilakukan dengan lebih ketat sehingga dapat berfungsi sebagai non-tarif barrier.

- Kemudahan impor bahan baku scrap baja

  • Scrap baja merupakan material utama bagi industri baja nasional yang masih harus diimpor mengingat pasokan dalam negeri masih terbatas. IISIA memberikan dukungan dan apresiasi atas kebijakan pemerintah yang telah menetapkan scrap baja sebagai bahan baku daur ulang sebagaimana tertuang dalam ketentuan PP No. 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian. Kebijakan ini diharapkan akan memudahkan impor scrap baja yang saat ini masih dirasakan cukup menyulitkan bagi industri baja nasional, baik terkait dengan proses perijinan maupun persyaratan bahan baku scrap tersebut.

- Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) 

  • Komponen energi merupakan salah satu komponen penting dalam proses produksi baja. Oleh karena itu, IISIA sangat mengapresiasi langkah Pemerintah dalam menerapkan kebijakan HGBT dan mengharapkan agar kebijakan ini dapat terus dipertahankan. Secara umum, penerapan HGBT telah dapat mendukung daya saing industri baja nasional dan mendorong peningkatan produksi produk baja karbon, baik untuk keperluan dalam negeri maupun ekspor.

- Penyusunan peta jalan (roadmap) pengembangan industri baja nasional secara terintegrasi. 

  • Penataan investasi harus dilakukan secara cermat, mengingat Indonesia akan membutuhkan investasi yang sangat besar hingga tahun 2050 yang diperkirakan akan mencapai sekitar 100 juta ton tambahan kapasitas. Selain itu, berbagai negara seperti Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan telah berkomitmen untuk melakukan investasi dengan total kapasitas 90 juta ton baja di Kawasan ASEAN. Penambahan kapasitas baja ini berpotensi menjadi ancaman baru bagi industri baja nasional. Dengan demikian, diperlukan dukungan dan strategi pengembangan industri baja nasional yang kuat dari pemerintah. 

Berbagai kebijakan di atas perlu dilakukan agar industri baja nasional dapat tumbuh dan berkembang sehingga dapat mendorong kemandirian industri nasional dan memberikan kontribusi secara maksimal bagi perkembangan perekonomian nasional. IISIA memberikan apresiasi atas dukungan kebijakan yang telah diberikan Pemerintah sehingga kinerja industri baja nasional semakin baik serta mengharapkan dukungan kebijakan selanjutnya sebagaimana disampaikan di atas.

***

 

Go Back
Archives
Archives
  • All Archive
  • 2023
  • 2022
  • 2021
  • 2020
Categories
  • Policies
  • Market
  • Investment
  • Technology
  • IBF Event
Sponsor News

Sponsor Platinum

PT Gunung Raja Paksi, Tbk
PT BHIRAWA STEEL
PT Krakatau Steel (Persero), Tbk.
PT Krakatau Posco
PT Bekaert Indonesia
PT The Master Steel Manufactory
Advertising
Our Office
  • Gedung Krakatau Steel Lt 9
    Jl. Jend. Gatot Subroto Kav 54 Jakarta Selatan 12950
  • 021-5235501
  • info@iisia.or.id , ironsteel.iisia@yahoo.co.id
Quick Links
  • Tentang Kami
  • Berita
  • Sponsor
  • Anggota
  • Kegiatan
  • Kontak
Our Partners
  • seaisi.org
Available On
2023 - 2023, IISIA. All Rights Reserved. developed by