Baja untuk Kendaraan Listrik
Sumber: IISIA, Kemenperin, Databoks, Outokumpu, POSCO, Tyssenkrup, Arcellor Mittal, Teslarati, Ford, Green Car Congress, ENERGYminute, The Fabricator
Sebagai salah satu negara yang meratifikasi Paris Agreement melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016, Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dengan target net zero emission pada tahun 2060. Transformasi menuju kendaraan listrik (Electric Vehicle, EV) merupakan salah satu aspek penting mengingat sektor ini merupakan kontributor emisi yang mencapai 24% dari total emisi CO2 pada tahun 2022. Selain itu, bagi Indonesia, pengembangan kendaraan listrik juga menjadi bagian dari strategi besar hilirisasi industri mineral. Indonesia adalah pemilik cadangan nikel terbesar di dunia yang merupakan salah satu bahan utama dari baterai lithium nickel-manganese-cobalt (NMC), jenis baterai kendaraan listrik yang saat ini paling banyak dipergunakan. Indonesia juga memiliki mineral penting lainnya untuk menghasilkan logam yang dibutuhkan dalam pengembangan ekosistem industri baterai nasional, seperti: tembaga, aluminium, dan mangan.
Pemerintah telah menargetkan produksi kendaraan listrik mencapai 600 ribu unit mobil dan 2,45 juta unit motor pada tahun 2030 dengan target kendaraan listrik yang mengaspal mencapai 2 juta mobil listrik dan 12 juta motor listrik. Target ini tentu saja perlu didukung bukan hanya melalui pengembangan industri baterai, namun juga ekosistem industri kendaraan listrik lainnya, khususnya industri baja.
Baja merupakan material penting bagi pengembangan kendaraan listrik karena dibutuhkan dalam produksi kendaraan listrik maupun ekosistem pendukungnya. Baja dibutuhkan sebagai material pendukung dan proteksi baterai, bahan produksi motor, struktur ringan kendaraan dan bahkan untuk stasiun pengisian listrik, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.
Tantangan Pengembangan Produk Baja untuk Kendaraan Listrik
Meskipun dari sisi tampilan berbagai kendaraan listrik tidak mengalami perubahan signifikan dibandingkan kendaraan motor bakar (Internal Combustion Engine, ICE), namun sesungguhnya terdapat perbedaan yang sangat besar dari sisi jenis material yang dipergunakan. Penggunaan baterai telah meningkatkan bobot kendaraan secara signifikan sehingga kendaraan listrik lebih berat dibandingkan kendaraan motor bakar. Berat rata-rata baterai pada kendaraan listrik mencapai 300-500 kg dengan berat baterai untuk model kendaraan lebih besar mencapai 900 kg dan bahkan 1800 kg. Untuk jenis kendaraan listrik sedang, penambahan berat baterai ini mengakibatkan EV menjadi lebih berat 20-30% dibandingkan ICE sedangkan untuk truk dan SUV bisa mengakibatkan berat EV menjadi 2,5 kali berat ICE.
Berat baterai merupakan salah satu tantangan utama yang membatasi jarak tempuh kendaraan listrik. Jumlah baterai atau kapasitas baterai untuk setiap kendaraan menjadi terbatas yang secara langsung akan membatasi jarak tempuh kendaraan. Selain itu, semakin berat kendaraan maka jarak tempuh kendaraan listrik akan semakin rendah karena efisiensi penggunaan listrik yang semakin rendah. Dengan demikian tantangan pertama yang dihadapi pada perancangan kendaraan listrik adalah pengurangan berat kendaraan agar jarak tempuh kendaraan bisa lebih jauh, baik karena penambahan kapasitas baterai maupun peningkatan efisiensi energi.
Selanjutnya, penambahan berat baterai juga menuntut adanya perubahan pada desain struktur kendaraan untuk memenuhi standar keselamatan. Semakin berat kendaraan, dibutuhkan struktur kendaraan yang lebih kuat untuk menopang berat baterai, penumpang, dan barang bawaan. Di sisi lain, berat kendaraan EV juga berpotensi mengakibatkan potensi kerusakan yang lebih besar pada kendaraan lawan akibat momentum yang lebih besar.
Selanjutnya, hal lain yang tak kalah penting adalah perlindungan atas baterai yang merupakan sumber utama energi penggerak sekaligus sumber utama risiko kecelakaan kendaraan listrik. Baterai harus tahan terhadap benturan, tahan korosi serta terlindung secara elektromagnetik. Oleh karena itu, baterai perlu dilindungi oleh komponen lain yang disebut rumah baterai. Rumah baterai ini terdiri dari selungkup dengan rangka, profil sambungan, lengan penyangga atas dan bawah, dan penutup. Rumah baterai yang digunakan pada kendaraan listrik harus memiliki kombinasi antara sifat tahan terhadap panas, sustainability, dan kekuatan tinggi. Hal ini memberikan perlindungan atas benturan, temperatur, serta konektivitas ke kendaraan.
Tantangan lainnya adalah meningkatkan efisiensi generator dan motor listrik yang dipergunakan pada seluruh penggerak kendaraan. Berbeda dengan ICE, motor pada EV harus memiliki performa torsi yang tinggi serta karakteristik putaran kecepatan tinggi. Selain itu motor pada EV juga harus memiliki kerapatan fluks magnet yang tinggi serta efisiensi listrik yang baik.
Pengembangan Baja Baru untuk Kendaraan Listrik
Tantangan yang dihadapi dalam pengembangan kendaraan listrik dan upaya produsen otomotif dalam menjawab tantangan tersebut membutuhkan dukungan dari industri baja sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar 3. Industri baja secara terus menerus mengembangkan berbagai jenis baja baru agar kebutuhan pengembangan industri kendaraan listrik dapat terpenuhi. Pengembangan EV telah mendorong produsen baja untuk mengembangkan jenis baja baru yang dikenal sebagai 3rd Generation Advanced High Strenght Materials serta jenis baja baru lainnya yang memiliki kekuatan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jenis baja biasa (mild steel) maupun baja kekuatan tinggi konvensional (high strength steel).
Baja untuk Aplikasi Struktur dan Bodi Kendaraan
Industri baja sesungguhnya terus menerus mengembangkan berbagai jenis baja unggulan baru untuk kendaraan bermesin motor bakar dalam rangka peningkatan efisiensi energi. Upaya ini dilakukan melalui pengembangan baja berkekuatan tinggi untuk menurunkan berat kendaraan motor bakar. Baja dengan kekuatan yang semakin tinggi akan dapat menurunkan bobot kendaraan karena penggunaan material yang lebih tipis dan semakin sedikit namun berkekuatan sama bahkan lebih baik. Dengan demikian maka berat kendaraan menjadi semakin ringan dengan efisiensi penggunaan bahan bakar yang semakin baik. Tantangan penurunan berat kendaraan ini semakin meningkat pada kendaraan listrik karena beratnya yang lebih besar dibandingkan kendaraan motor bakar. Oleh karena itu, diperlukan penggunaan material yang lebih ringan pada struktur dan bodi kendaraan listrik.
Untuk menjawab tantangan peningkatan bobot kendaraan listrik akibat penggunaan baterai, beberapa pabrikan sempat mengalihkan pilihan kepada material non-baja, khususnya aluminium. Namun, perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa baja tetap menjadi pilihan utama bagi produksi kendaraan listrik. Tesla model S3 telah menggunakan baja sebagai material pilihan menggantikan sebagian aluminium yang dipergunakan pada Tesla model S dan X sebelumnya, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.
Nissan Leaf dan Chevrolet Bolt, kedua kendaraan listrik paling populer, menggunakan baja masing-masing hingga 73% dan 86% dari berat kendaraan. Ford Mustang Mach E-2021 menggunakan sebagian besar baja sebagai material untuk struktur dan bodi kendaraan sebagaimana disajikan pada Gambar 5. Menurut AISI, 50% bodi kendaraan listrik akan tetap terbuat dari baja.
Beberapa produsen baja kelas dunia telah mengembangkan baja berkekuatan sangat tinggi, yang dikenal sebagai Advanced High-Strength Steel (AHSS), dalam menjawab tantangan untuk mengurangi bobot kendaraan sekaligus meningkatkan keselamatan, khususnya untuk kendaraan listrik. Saat ini terus dilakukan pengembangan generasi ketiga AHSS (3rd Generation AHSS) yang merupakan baja beragam fasa dengan tujuan mendapatkan baja dengan kekuatan tinggi dan mampu bentuk yang baik. Beberapa jenis AHSS memiliki kuat tarik yang sangat tinggi melebihi 1 GPa sehingga sering disebut sebagai Giga Steel dan dikelompokkan sebagai Ultra High Strength Steel (UHSS).
Berbagai jenis baja AHSS dengan trademark dan sifat mekanik yang telah dikembangkan oleh produsen baja global adalah sebagai berikut:
Baja untuk Aplikasi Motor
Kendaraan listrik membutuhkan torsi yang besar pada saat mulai bergerak dan selanjutnya torsi ini menurun seiring dengan bertambahnya kecepatan kendaraan. Selain torsi, tuntutan selanjutnya kendaraan listrik adalah efisiensi dan kecepatan yang tinggi. Oleh karenanya, karakteristik motor untuk kendaraan listrik harus memiliki torsi, efisiensi, dan kecepatan yang tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka diperlukan material baja yang memiliki sifat core loss yang rendah pada frekuensi tinggi serta memiliki tegangan luluh (yield strenght) dan flux density yang tinggi. Gambar 6 menyajikan hubungan torsi dan kecepatan kendaraan listrik serta tuntutan karakteristik motor dan material baja elektrik yang dibutuhkan pada kendaraan listrik.
Produsen baja terus melakukan pengembangan baja khusus untuk aplikasi motor. Baja khusus ini adalah baja silikon yang merupakan paduan besi dan silikon untuk menghasilkan berbagai sifat kemagnetan, permeabilitas tinggi, dan core loss yang rendah. Terdapat dua jenis baja elektrik yaitu Grain-Oriented Electric Steel (GOES) dan Non-Oriented Electric Steel (NOES). Untuk aplikasi motor pada EV, jenis baja yang lebih cocok digunakan adalah NOES karena memiliki kekuatan yang lebih tinggi serta sifat magnetik seragam ke semua arah. Perbedaan aplikasi NOES dan GOES disajikan pada Gambar 7.
Baja elektrik NOES terus dikembangkan sehingga memiliki kekuatan yang semakin tinggi untuk menjawab tantangan kebutuhan motor untuk kendaraan listrik sebagaimana pada Gambar 8.
Berikut berbagai jenis baja elektrik untuk aplikasi motor listrik yang telah dikembangkan oleh produsen baja global:
Jika motor untuk kendaraan listrik menggunakan NOES, maka baja elektrik jenis GOES banyak dipergunakan sebagai material pada stasiun pengisian baterai listrik. Dalam setiap stasiun pengisian baterai listrik senantiasa terdapat transformer yang bahan utama intinya adalah GOES.
Baja untuk Aplikasi Komponen dan Pelindung Baterai
Instrumen utama pada kendaraan listrik yaitu baterai EV yang komponennya terdiri dari elektroda, sel baterai, modul baterai, pak baterai, dan sistem baterai yang terdiri atas pendingin, battery management system, dan cooling plates sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 9.
Pada setiap pembuatan battery pack dibutuhkan berbagai jenis material yang salah satunya adalah baja dengan berat mencapai 20 kg atau 11% dari berat total (Gambar 10). Selanjutnya, battery pack ini akan disusun menjadi sistem baterai (battery system) yang akan ditempatkan pada bagian lantai kendaraan listrik. Sistem baterai ini perlu diproteksi untuk menghindari kerusakan akibat benturan dan kecelakaan lainnya. Baja, sekali lagi, merupakan material pilihan untuk membuat rumah baterai yang dipergunakan dalam melindungi sistem baterai (Gambar 11).
Jenis baja yang digunakan pada rumah baterai untuk memproteksi sistem baterai yaitu kelompok baja AHSS kategori UHSS yang sering juga disebut Giga Steel karena memiliki tensile strength lebih dari 1 GPa. Jenis Giga Steel ini antara lain baja jenis Press Hardened Steels (PHS) 1000, PHS 1500, dan AHSS >1500 MPa. Selain AHSS, beberapa jenis stainless steel juga telah dikembangkan untuk aplikasi rumah baterai. Otokumpu telah memproduksi UHSS-SS dengan kuat tarik lebih dari 1,2 GPa.
Pengembangan Material Kendaraan Listrik Masa Depan
Untuk menjawab tantangan bagi pengembangan kendaraan listrik lebih lanjut, industri baja tidak hanya mengembangkan material baja namun juga mulai mengembangkan ragam material (multi material) untuk dapat memenuhi tuntutan pengembangan material yang lebih baik. Kombinasi baja dan aluminium serta magnesium merupakan salah satu upaya untuk dapat menghasilkan kendaraan listrik dengan performa yang lebih baik. Tidak hanya itu, pengembangan sandwich material antara baja dengan plastik juga dilakukan, sebagaimana secara skematis ditunjukkan pada Gambar 12.
Pengembangan Kendaraan Listrik di Indonesia
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk membangun ekosistem kendaraan listrik, mulai dari bahan baku, baterai, sampai kendaraan listrik. Potensi ini berdasarkan fakta bahwa Indonesia kaya akan sumber daya mineral yang dibutuhkan untuk pembuatan baterai. Indonesia merupakan pemilik cadangan nikel terbesar di dunia, cadangan tembaga nomor 5, cadangan aluminium nomor 6 dan cadangan mangan nomor 6 terbesar di dunia (Gambar 13). Dengan demikian, Indonesia memiliki modal sumber daya mineral yang kuat untuk membangun ekosistem industri kendaraan nasional.
Di samping itu, Indonesia yang merupakan negara dengan populasi terbesar nomor 4 di dunia dan dengan luas wilayah mencapai 1,905 juta km2 masih memiliki tingkat kepemilikan kendaraan yang relatif rendah sehingga merupakan pasar potensial bagi pengembangan industri kendaraan listrik.
Pengembangan kendaraan listrik beserta ekosistem industrinya dipastikan akan membawa dampak positif pada industri dan perekonomian nasional. Selain itu, mengingat transportasi merupakan salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca yang besar maka pengembangan kendaraan listrik juga akan berkontribusi pada program pemerintah untuk mencapai tujuan net zero emission (NZE) pada tahun 2060.
Industri baja nasional, sebagaimana industri baja global, akan memainkan peran yang sangat penting pada pengembangan kendaraan listrik nasional. Industri baja merupakan industri dasar yang sama pentingnya dengan industri baterai dalam pengembangan kendaraan listrik nasional. Kemandirian industri baja nasional dalam menghasilkan produk-produk baja spesial untuk kendaraan listrik diperlukan seiring dengan pengembangan industri baterai dan ekosistem industri kendaraan listrik lainnya agar tercipta kemandirian industri nasional yang memiliki daya saing global. Sebagian jenis baja untuk kendaraan listrik, khususnya untuk jenis mild steel dan high strength steel, telah dapat diproduksi oleh industri baja nasional. Namun demikian, beberapa jenis baja yang termasuk dalam kelompok AHSS kategori UHSS masih belum dapat diproduksi oleh produsen baja nasional saat ini. Oleh karena itu, pemerintah perlu mendorong investasi untuk pembangunan kapasitas industri baja nasional dalam memenuhi kebutuhan kendaraan listrik nasional, khususnya berbagai jenis baja spesial dalam kelompok AHSS termutakhir, baja elektrik (electrical steel) dan baja paduan lainnya yang belum diproduksi oleh industri baja nasional.
Tantangan lainnya yang dihadapi saat ini adalah untuk menghasilkan baja spesial yang memenuhi persyaratan sebagai green steel (Green Steel: Status Saat Ini dan Prospek di Masa Depan). Hal ini terutama ditujukan agar produksi kendaraan listrik nasional benar-benar dihasilkan dari material yang ramah lingkungan. Untuk itu pemerintah juga perlu mendorong dan memberikan insentif atas transisi teknologi menuju green steel.
Selain itu, pemerintah juga perlu menyediakan green energy dalam proses produksi baja serta proses produksi dalam ekosistem industri kendaraan nasional. Saat ini bauran energi terbarukan nasional masihlah terbatas sehingga diperlukan investasi untuk menghasilkan lebih banyak energi terbarukan yang ramah lingkungan.
Masih banyak informasi menarik yang perlu digali dan dibahas lebih lanjut dalam mempersiapkan kemampuan industri baja nasional untuk menjawab tantangan pengembangan kendaraan listrik nasional dan secara umum tantangan menuju Indonesia Emas 2045. Nantikan tulisan-tulisan selanjutnya di Website IISIA.