Kunjungan Kementerian Luar Negeri ke Anggota IISIA, PT Krakatau Posco
Sumber: IISIA
Pada 4 Maret 2024, Kementerian Luar Negeri, melalui Direktorat Jenderal Kerja Sama Intrakawasan dan Antarkawasan Amerika Eropa (KSIA Amerop), dipimpin oleh Ibu Nidya Kartikasari, Direktur Jenderal KSIA Amerop, melakukan kunjungan ke pabrik PT Krakatau Posco yang terletak di Cilegon, Banten. Kunjungan ini merupakan tindaklanjut atas pertemuan yang telah dilakukan sebelumnya antara Dirjen KSIA Amerop dengan Direktur Eksekutif IISIA yang membahas tentang dampak kebijakan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) pada Kegiatan Jaring Masukan Isu Diplomasi Ekonomi: Peluang Kerja Sama Ekonomi Karbon Indonesia dan Uni Eropa yang diselenggarakan pada 30 Januari 2024.
Rombongan Ditjen KSIA Amerop diterima oleh Bapak Alhadis Syamsudin, Direktur Technology and Business Development, serta jajarannya. Tujuan utama dari kunjungan Ibu Nidya dan tim adalah untuk memahami proses emisi karbon dari pengolahan besi dan baja di Indonesia. Langkah ini diambil sebagai persiapan dalam rencana kegiatan dialog kebijakan ekonomi karbon antara Indonesia dan Uni Eropa. PT Krakatau Posco, salah satu produsen baja terkemuka di Indonesia, melakukan ekspor produknya, khususnya Hot Rolled Coil (HRC) dan plate, ke Uni Eropa dengan volume mencapai masing-masing 340 dan 480 ribu ton selama 2 tahun terakhir.
Bapak Alhadis Syamsudin menyambut baik kunjungan dari Ditjen KSIA Amerop dan menyatakan bahwa PT Krakatau Posco telah membentuk tim khusus untuk mengikuti perkembangan aturan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) yang diterapkan oleh Uni Eropa. Hingga saat ini, PT Krakatau Posco sudah melaksanakan pelaporan emisi terkait CBAM, menunjukkan komitmen dalam mematuhi regulasi karbon yang diterapkan oleh mitra dagangnya.
PT Krakatau Posco melakukan dua pemaparan terkait dengan regulasi CBAM. Pemaparan pertama dilakukan oleh Bapak Gigih Respati Yudistianto, Energy Analysis Team Leader, yang menjelaskan terkait emisi karbon yang dihasilkan dalam pembuatan baja. Proses pembuatan besi dan baja di PT Krakatau Posco dimulai dengan proses pembuatan besi (ironmaking). Pada tahap ini emisi karbon dihasilkan saat pembuatan kokas pada pabrik cooking plant dan proses sinter pada sintering plant. Proses berlanjut dengan menggunakan teknologi blast furnace untuk melebur bijih besi, yang utamanya adalah produk sinter, dengan menggunakan kokas untuk menghasilkan pig iron, yang juga ikut menghasilkan emisi karbon. Tahap selanjutnya yaitu steelmaking dengan menggunakan teknologi basic oxygen furnace untuk mengolah pig iron menjadi semi finished product, slab baja. Proses steelmaking ini juga merupakan sumber emisi karbon. Slab kemudian didinginkan ke suhu ruang sebelum dilakukan pemanasan kembali (reheating) dalam proses hot rolling menjadi HRC atau plate. Pada proses reheating ini, kembali dihasilkan emisi karbon dari proses pembakaran yang dilakukan.
Pemaparan kedua dilakukan oleh Bapak Aditya Tejo Widagdo, Business Development Senior Manager, yang menyatakan bahwa pemberlakuan CBAM akan berdampak negatif pada kinerja ekspor industri baja nasional ke UE dikarenakan proses pembuatan baja di Indonesia masih menggunakan teknologi yang intensif emisi karbon. Dengan proses produksi yang masih bergantung pada teknologi intensif energi karbon, industri baja nasional menghadapi tiga tantangan. Pertama, persaingan untuk ekspor produk baja ke Uni Eropa menjadi semakin tinggi. Kedua, jika kuantitas ekspor menurun, produk yang seharusnya diekspor akan beralih ke pasar domestik, namun apabila pasar domestik tidak dapat menyerapnya, industri akan mengalami penurunan performa operasional dan finansial. Ketiga, regulasi CBAM akan menimbulkan beban finansial dari pembelian sertifikat CBAM yang akan meningkatkan pengeluaran biaya bagi produsen. Menghadapi masalah ini, industri baja nasional membutuhkan bantuan dan dukungan strategis dari pemerintah untuk melindungi industri baja nasional dari dampak CBAM. Hal ini selaras dengan analisa yang telah dilakukan IISIA terkait dengan Dampak CBAM Terhadap Ekspor Produk Baja RI yang telah dimuat dalam laman IISIA.
Pertemuan ini menggarisbawahi pentingnya dialog terbuka dan kerja sama antara pemerintah, industri, dan lembaga terkait dalam menghadapi tantangan regulasi global. Diperlukan sinergi dan dukungan bersama untuk mengantisipasi dan memastikan bahwa kebijakan seperti CBAM berdampak minimal terhadap kinerja industri nasional, khususnya industri besi dan baja. Pemerintah dan seluruh stakeholder industri perlu segera merumuskan langkah-langkah yang perlu diambil dalam menghadapi tantangan perdagangan global.