Pengelolaan Limbah Industri Besi dan Baja setelah Penerbitan PP No 22 Tahun 2021 UU Cipta Kerja
Sumber: IISIA
Sebagai tindak lanjut atas penetapan UU Cipta Kerja, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan 49 Peraturan Pelaksana UU Cipta Kerja pada tanggal 2 Februari 2021 yang salah satunya adalah Peraturan Pemerintah (PP) No 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peraturan ini membawa angin segar bagi Industri besi dan baja nasional mengingat beberapa pengelolaan limbah industri besi dan baja nasional sudah ditetapkan berdasarkan kelaziman yang berlaku di industri besi dan baja global serta berdasarkan berbagai kajian yang telah dilakukan. Dalam Lampiran XIV, pemerintah menetapkan beberapa jenis limbah industri besi dan baja yang semula masuk dalam kategori Limbah B3 menjadi Limbah Non-B3 Terdaftar yaitu slag besi/baja (N101), mill scale (N103), debu Electric Arc Furnace/debu EAF (N104), dan precious ball atau PS ball (N105). IISIA sangat mengapresiasi langkah pemerintah tersebut mengingat penetapan sebagai Limbah Non B3 Terdaftar ini berpotensi tidak hanya meningkatkan daya saing industri baja nasional melalui penurunan biaya produksi dan manfaat tambahan pendapatan bagi industri baja, namun juga dapat menjadi nilai tambah bagi masyarakat yang akan berdampak positif dalam aspek ekonomi, dan lingkungan (lihat: Slag Baja Bukan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) - Usulan IISIA).
Pada dasarnya, slag (atau terak) merupakan kumpulan oksida logam yang berada di atas logam cair pada suatu proses peleburan. Oksida-oksida logam yang membentuk slag berasal dari logam-logam pengotor yang terdapat pada bijih, seperti CaO, SiO2, MgO, MnO, Al2O3 dan FeO. Penelitian yang telah dilakukan oleh Center for Materials Processing and Failure Analysis (CMPFA), Fakultas Teknik - Universitas Indonesia melalui pengujian Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) dan X-Ray Diffraction (XRD) menunjukkan bahwa slag aman bagi lingkungan. Oleh karena itu, dapat dipahami jika slag telah dimanfaatkan untuk berbagai aplikasi, mulai dari bahan baku semen, material konstruksi, bahan perbaikan tanah, material pengolahan air limbah dan bahkan sebagai bahan baku pupuk tanaman. Pemanfaatan slag ini sebenarnya sudah dilakukan sejak lama di berbagai negara maju seperti Jepang, Amerika, Uni Eropa, dan Korea Selatan. Di Indonesia sendiri, walaupun baru saja dinyatakan sebagai Limbah Non B3 Terdaftar, penggunaan slag besi/baja sebagai material konstruksi jalan sudah dapat dipergunakan seiring dengan terbitnya SNI 8378:2017: Spesifikasi Lapis Fondasi dan Lapis Fondasi Bawah Menggunakan Slag, SNI 8379:2017: Spesifikasi Material Pilihan Menggunakan Slag untuk Konstruksi Jalan dan SNI-6385-2016 Spesifikasi Semen Slag untuk Digunakan dalam Beton dan Mortar. Penerbitan PP 22 Tahun 2021 diharapkan akan dapat mendorong penggunaan slag yang lebih luas lagi.
Selain slag besi/baja, PS ball juga dikelompokkan sebagai Limbah Non B3 Terdaftar dalam PP 22 Tahun 2021. PS ball merupakan hasil pengolahan slag EAF dengan teknologi Slag Atomizing Technology (SAT) yang ditemukan, dipatenkan, dan dikomersialkan oleh Ecomaister Co., Ltd dari Korea Selatan. Aliran slag EAF cair (1500 – 15500C) dihembuskan dengan udara berkecepatan tinggi melalui bantuan air sehingga berubah menjadi bola-bola dengan permukaan yang mengkilap dengan diameter 0,1 – 4,5 mm. Bola-bola yang mengkilap tersebut disebut precious ball (PS Ball) karena bentuk bola (ball) dan memiliki nilai tambah yang tentu saja lebih tinggi (precious) daripada slag tanpa pengolahan. PS ball digunakan antara lain untuk abrasive blasting materials, weight material, casting sand, filter media roofing granules, dan reinforcement material. Penggunaan PS ball sebagai material abrasif untuk proses blasting sudah disetujui melalui penerbitan SNI 15-3781-1995: Slag Abrasif untuk Proses Blasting.
Produk samping industri besi dan baja lainnya yang ditetapkan sebagai Limbah Non B3 Terdaftar adalah mill scale yang berasal dari proses peleburan baja yang menggunakan teknologi selain teknologi induction furnace/kupola. Mill scale merupakan produk samping proses oksidasi besi pada temperatur tinggi yang menghasilkan besi oksida dengan kandungan besi yang tinggi, bahkan lebih tinggi dibandingkan bijih besi dengan unsur pengotor yang jauh lebih rendah. Oleh karena itu menjadi kelaziman praktik produksi industri baja bahwa mill scale baja didaur ulang sebagai material sinter dan peleburan baja yang memberikan manfaat langsung dalam bentuk penghematan energi, konservasi sumber daya bijih besi dan batubara serta pengurangan efek rumah kaca. Selain itu, mill scale juga dipergunakan sebagai bahan baku dan bahan penolong industri antara lain untuk memproduksi magnet, semen, katalis dan berbagai aplikasi lainnya. Karena berbagai manfaat tersebut, mill scale merupakan komoditas yang diperjualbelikan secara internasional. Di Eropa, mill scale ditetapkan sebagai komoditas dengan mengacu pada HS CODE: 2619.00 dan Institute of Scrap Recycling Industries Inc. (ISRI) menetapkan mill scale sebagai komoditi yang dapat diperjualbelikan dengan code 228. Pengujian TCLP yang dilakukan oleh Center for Materials Processing and Failure Analysis (CMPFA), Fakultas Teknik - Universitas Indonesia) juga menunjukkan bahwa mill scale aman bagi lingkungan.
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 juga menetapkan debu EAF yang berasal dari proses peleburan yang menggunakan teknologi EAF sebagai Limbah Non B3 Terdaftar. Berdasarkan komposisinya, debu EAF memiliki kandungan utama besi oksida sehingga debu ini dipergunakan sebagai material daur ulang (recycling materials) untuk industri besi/baja serta dipergunakan sebagai bahan baku penunjang industri pada proses produksi semen dan recovery seng. Dengan berkembangnya penggunaan teknologi Blast Furnace dan Sintering Plant dalam industri peleburan besi dan baja di Indonesia, maka debu EAF akan menjadi salah satu material daur ulang yang semakin penting serta memberikan manfaat ekonomi dan daya saing.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, terbitnya PP nomor 22 Tahun 2021 akan memberikan berbagai manfaat bagi industri besi dan baja nasional berupa peningkatan nilai tambah dan daya saing industri serta mendukung upaya perlindungan lingkungan dan konservasi alam (lihat: POSCO Menggunakan Steel Slag untuk Menciptakan Hutan Laut dan Menyelamatkan Ekosistem, Slag Baja untuk Perlindungan Lingkungan, Pemanfaatan Slag Baja sebagai Pupuk Tanaman). Dengan demikian, IISIA berkeyakinan bahwa pemanfaatan slag, PS ball, mill scale, dan debu EAF di Indonesia dapat menjadi pendorong bagi kemajuan industri besi dan baja untuk berkontribusi dalam pembangunan perekonomian nasional serta kesejahteraan hidup umat manusia. (AS/DH/BS/WS)