Perkembangan Ekspor-Impor Baja Indonesia Q1 2023
Sumber: IISIA, BPS
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produk baja menduduki peringkat ke-3 ekspor terbesar berdasarkan Kode HS sejak tahun 2020 hingga 2022 (Gambar 1). Nilai ekspor baja pada kurun waktu tersebut hanya berada di bawah ekspor produk bahan bakar mineral (Kode HS 27) serta lemak & minyak hewan/nabati (Kode HS 15). Ekspor baja mengungguli produk mesin/peralatan listrik (Kode HS 85), kendaraan dan bagiannya (Kode HS 87), perhiasan/permata (Kode HS 71), nikel (Kode HS 75), berbagai produk kimia (Kode HS 38), mesin-mesin/pesawat mekanik (Kode HS 84), dan alas kaki (Kode HS 64). Pada bulan April 2023, di tengah penurunan hampir seluruh komoditas ekspor, produk baja menduduki peringkat ekspor ke-2, mengalahkan lemak & minyak hewan/nabati dengan nilai mencapai USD2.294,8 juta. Kontribusi ekspor produk baja yang semakin signifikan menunjukkan bahwa industri baja nasional telah tumbuh menjadi semakin penting bagi perekonomian nasional.
Kondisi ekspor impor produk baja selama kuartal 1 tahun 2023 (Q1 2023) menunjukkan dinamika yang cukup menarik. Dari tahun 2018 sampai tahun 2022 volume ekspor secara total terlihat selalu meningkat. Sementara pada Q1 2023, volume ekspor produk baja dengan Kode HS 72 dan 73 mengalami kenaikan sebesar 8,2 persen atau menjadi 3,18 juta ton dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2022. Sedangkan volume impor juga mengalami kenaikan sebesar 7,7 persen pada Q1 2023 dibandingkan dengan Q1 2022 (Tabel 1), meskipun dari sisi nilai mengalami penurunan sebesar 9 persen (Tabel 2).
Sebagaimana terlihat pada Tabel 1, volume impor produk baja meningkat secara signifikan dari 4,5 juta ton pada tahun 2018 menjadi 14,9 juta ton pada tahun 2022. Volume ekspor pada Q1 2023 terus melanjutkan pertumbuhan positif sebesar 8,2 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2022. Namun demikian, volume neraca perdagangan menjadi negatif karena volume impor juga mengalami peningkatan.
Sementara itu, kondisi volume impor produk baja sepanjang tahun 2018-2022 terlihat naik turun, yang dipengaruhi oleh pandemi COVID-19 pada tahun 2020. Sebelum pandemi COVID-19, impor terus meningkat hingga mencapai 19 juta ton pada tahun 2019. Impor turun drastis pada tahun 2020 menjadi 14,1 juta ton, sebelum kemudian naik kembali pada tahun 2021 dan 2022 menjadi masing-masing sebesar 15,6 dan 16,8 juta ton.
Melanjutkan tren peningkatan impor sepanjang 2020-2022, volume impor pada Q1 2023 mengalami kenaikan dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2022. Pada Q1 2023 ini, volume impor mengalami kenaikan sebesar 7,7 persen atau menjadi 3.898 ribu ton. Meskipun volume impor naik, namun dari segi nilai impor mengalami penurunan dari 4.045 juta pada Q1 2022 menjadi USD3.154 juta pada Q1 2023, atau turun sebesar 22 persen.
Perkembangan neraca nilai perdagangan produk baja selama kurun waktu 2018-2023 cukup menggembirakan. Setelah mengalami defisit pada tahun 2018 dan 2019, nilai neraca perdagangan produk baja mengalami surplus dan meningkat secara signifikan pada tahun 2020, 2021, dan 2022 (Gambar 2). Selama periode Q1 2023 juga menunjukkan surplus USD3.153 juta. Nilai ini naik 14,6 persen dibandingkan pada periode yang sama di tahun 2022 dengan nilai surplus USD2.751 juta. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa industri besi baja nasional merupakan industri yang penting bagi Indonesia karena mampu menyumbang devisa negara dalam jumlah signifikan (Tabel 2).
Perlu menjadi catatan bahwa volume impor baja masih sangat tinggi dan menjadi penyebab rendahnya tingkat utilisasi industri baja nasional. Pada saat ini, utilisasi kapasitas pada beberapa segmen produk baja masih di bawah 60 persen, masih jauh dari kondisi ideal utilisasi kapasitas sebesar 80 persen. Neraca volume perdagangan sepanjang 2018-2021 masih negatif dan baru pada tahun 2022 mencatatkan nilai positif. Neraca volume perdagangan ini kembali negatif pada Q1 2023 karena volume impor masih mengalami peningkatan, meskipun volume ekspor juga tumbuh (Tabel 1). Kontributor peningkatan volume impor pada Q1 2023 adalah produk pipa baja sebesar 170 ribu ton, pelat sebesar 120 ribu ton, hot rolled coil (HRC) sebesar 80 ribu ton, section 36 ribu, dan coated sheet 35 ribu ton (Gambar 3). Impor juga meningkat untuk produk setengah jadi yaitu billet dan slab, yang digunakan sebagai bahan baku proses pengerolan, dengan volume masing-masing sebesar 120 dan 95 ribu ton. Impor turun secara signifikan untuk produk ferroalloy yang digunakan sebagai unsur pemadu pada proses pembuatan baja sebesar 352 ribu ton. Peningkatan impor untuk produk hilir berupa pipa, pelat, HRC, section, dan coated sheet yang bersaing dengan produk hilir baja dalam negeri perlu terus menjadi perhatian dan dilakukan pengendalian.
Memperhatikan perkembangan ekspor dan impor produk baja yang terjadi sepanjang kurun waktu 2018-2023 dan khususnya perkembangan pada Q1 2023, IISIA menyampaikan beberapa catatan dan usulan kepada pemerintah sebagai berikut;
- IISIA mengapresiasi langkah-langkah yang telah dilakukan pemerintah untuk mengendalikan impor produk baja. Efektivitas kebijakan pengendalian impor perlu terus ditingkatkan, sehingga volume impor dapat dikendalikan lebih lanjut. Dengan demikian, produsen baja nasional dapat meningkatkan utilisasi kapasitas yang saat ini masih di bawah 60 persen. Neraca komoditas industri besi dan baja diharapkan dapat diselesaikan dan diimplementasikan dalam rangka peningkatan efektifitas pengendalian impor tersebut.
- IISIA mengharapkan agar program-program untuk meningkatkan penggunaan produk baja dalam negeri seperti Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), substitusi impor, penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib, maupun penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimum dapat terus ditingkatkan untuk proyek-proyek yang dilaksanakan pemerintah/Badan Usaha Milik Negara (BUMN), baik yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun pembiayaan dari sumber lain termasuk pembiayaan luar negeri. Penetapan TKDN ini perlu dilakukan sejak tahap perencanaan yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan kementerian/lembaga terkait lainnya.
- IISIA mengharapkan agar pemerintah terus memberikan dorongan kegiatan ekspor ke manca negara dan memberikan perlindungan atas kebijakan pembatasan perdagangan yang diterapkan negara tujuan ekspor. Produk baja Indonesia telah dikenakan trade measures dari beberapa negara, antara lain Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS). Pemerintah perlu mengantisipasi kebijakan perdagangan yang akan diambil UE terkait dengan retaliation atas pelarangan ekspor bijih nikel yang akan dikenakan pada produk baja.
***