Perkembangan Supply Demand Industri Baja Global April 2024
Sumber: World Steel Association, Atrius, Reuters
Produksi baja kasar dunia dari 71 negara yang melaporkan ke World Steel Association (WSA) mengalami penurunan sebesar 5% pada April 2024 dibandingkan April 2023, menjadi 155,7 juta ton. Penurunan ini terutama disebabkan oleh berkurangnya produksi di Tiongkok, produsen baja terbesar di dunia, yang mengalami penurunan produksi sebesar 7,2% yoy dan penurunan sebesar 3% dalam produksi dari Januari hingga April 2024 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sebaliknya, India, sebagai produsen baja terbesar kedua di dunia, menunjukkan peningkatan produksi baja kasar sebesar 12,5% yoy pada April 2024. Selama empat bulan pertama tahun 2024, India memproduksi baja kasar 8,5% lebih banyak dibandingkan empat bulan pertama tahun 2023. Tabel 1 menunjukkan produksi dari 71 negara yang menyumbang sekitar 98% dari total produksi baja kasar dunia pada tahun 2023.
Selanjutnya, proyeksi permintaan baja global yang dirilis oleh WSA menunjukkan pola yang menarik untuk tahun-tahun mendatang. Menurut Short Range Outlook (SRO) WSA, permintaan baja global diperkirakan meningkat 1,7% menjadi 1.793 juta ton pada tahun 2024, dan diperkirakan akan terus meningkat sebesar 1,2% pada tahun 2025, mencapai 1.815 juta ton (Tabel 2). Sementara itu, penggunaan baja di Tiongkok, yang merupakan produsen dan konsumen logam terbesar di dunia, mengalami penurunan sebesar 3,3% pada tahun 2023. Diperkirakan permintaan baja di negara tersebut akan tetap stabil pada tahun 2024 meskipun ada penurunan investasi di sektor real estat. Namun, penurunan ini diimbangi oleh pertumbuhan permintaan baja yang berasal dari investasi infrastruktur dan sektor manufaktur. WSA memperkirakan bahwa permintaan baja di Tiongkok akan turun sebesar 1% pada tahun 2025, menandakan bahwa permintaan baja di negara tersebut akan lebih rendah dibandingkan dengan tahun puncaknya pada tahun 2020. Proyeksi ini sejalan dengan pandangan WSA bahwa Tiongkok mungkin telah mencapai puncak permintaan baja, dan permintaan baja negara ini kemungkinan akan terus menurun dalam jangka menengah seiring dengan pergeseran Tiongkok dari model pembangunan ekonomi yang bergantung pada real estat dan investasi infrastruktur.
Lebih lanjut, berdasarkan proyeksi WSA, India diprediksi akan menjadi pendorong utama pertumbuhan permintaan baja di masa depan. Hal ini disebabkan oleh menurunnya permintaan baja di Tiongkok dan pertumbuhan kuat yang berkelanjutan di India, terutama didorong oleh investasi infrastruktur yang terus berkembang. Permintaan baja India diperkirakan akan tumbuh sebesar 8% pada tahun 2024 dan 2025. Sementara itu, negara-negara berkembang lain seperti MENA dan ASEAN juga diperkirakan akan menunjukkan percepatan pertumbuhan permintaan baja pada tahun 2024-2025 setelah mengalami penurunan yang signifikan pada tahun 2022-2023. Namun, kesulitan di kawasan ASEAN seperti ketidakstabilan politik dan penurunan daya saing dapat mempengaruhi tren pertumbuhan permintaan baja di masa depan. Di sisi lain, negara-negara maju diproyeksikan akan menunjukkan pemulihan yang kuat pada tahun 2024 dan 2025 masing-masing sebesar 1,3% dan 2,7%, dengan UE diperkirakan menunjukkan peningkatan yang signifikan pada tahun 2025, serta AS, Jepang, Amerika, dan Korea memperlihatkan ketahanan yang berkelanjutan.
Melihat proyeksi permintaan baja global di masa yang akan datang, terdapat beberapa wilayah yang menghadapi tantangan cukup besar, salah satunya adalah UE dan Inggris. Kawasan ini dan khususnya sektor-sektor yang menggunakan baja menghadapi tantangan dari berbagai sisi, berupa pergeseran dan ketidakpastian geopolitik, inflasi yang tinggi, pengetatan moneter, penarikan sebagian dukungan fiskal, serta harga energi dan komoditas yang masih tinggi. Hal ini menyebabkan permintaan baja di kawasan UE dan Inggris pada tahun 2023 mencapai level terendah sejak tahun 2000. Setelah mengalami pemulihan teknis pada tahun 2024, permintaan baja di kawasan ini diperkirakan akan mengalami pertumbuhan sebesar 5,3% pada tahun 2025. Berbeda dengan UE, permintaan baja AS tetap stabil dan diperkirakan akan kembali ke jalur pertumbuhan pada tahun 2024 setelah mengalami penurunan tajam akibat perlambatan pasar perumahan pada tahun 2023. Hal ini didukung oleh aktivitas investasi yang kuat, yang didorong oleh langkah legislatif seperti Inflation Reduction Act, serta pemulihan aktivitas perumahan secara bertahap.
WSA mengamati bahwa penurunan dalam sektor konstruksi perumahan yang disebabkan oleh tingginya suku bunga dan biaya konstruksi telah mengurangi permintaan baja di sebagian besar wilayah utama pengguna baja. Pada tahun 2023, aktivitas perumahan menurun tajam di AS, Tiongkok, Jepang, dan Uni Eropa. Penurunan ini diperkirakan akan terus berlanjut hingga tahun 2024 di sebagian besar pasar utama karena dampak pengetatan moneter. Pemulihan yang signifikan dalam sektor konstruksi perumahan diperkirakan baru akan dimulai pada tahun 2025. Selain itu, lemahnya aktivitas manufaktur global akibat biaya tinggi dan ketidakpastian, kondisi pembiayaan yang ketat, serta permintaan global yang lemah juga menghambat permintaan baja global pada tahun 2023. Meskipun demikian, sektor otomotif menjadi pengecualian dari lemahnya aktivitas dalam industri manufaktur, karena pada tahun 2023 sektor ini akhirnya menunjukkan pemulihan yang telah lama ditunggu-tunggu, berkat permintaan yang tertunda dan berkurangnya masalah rantai pasokan. Terlepas dari tantangan yang dihadapi, aktivitas investasi yang kuat dalam fasilitas manufaktur dan infrastruktur publik telah mendukung permintaan baja global pada tahun 2023. Investasi dalam fasilitas manufaktur didorong oleh ambisi ekonomi besar untuk mengembangkan sektor-sektor strategis dan memastikan keamanan pasokan komponen serta material penting di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik. Transisi menuju ekonomi yang lebih ramah lingkungan juga menjadi salah satu faktor utama yang mendukung investasi infrastruktur publik yang kuat. Misalnya, sebuah studi dari Economics Committee baru-baru ini memperkirakan bahwa permintaan baja global untuk instalasi energi angin diperkirakan akan meningkat tiga kali lipat pada tahun 2030 sebagai bagian dari transisi menuju energi terbarukan. Selain itu, investasi infrastruktur publik dalam menghadapi perubahan iklim dan rekonstruksi wilayah yang terkena bencana alam juga menjadi faktor penting dalam mendukung permintaan baja di beberapa negara pengguna baja utama pada tahun 2023, seperti Jepang, China, Korea, dan Turki. Kendati demikian, tingginya biaya konstruksi dan kekurangan tenaga kerja dapat membatasi pertumbuhan lebih lanjut dalam investasi infrastruktur publik dan fasilitas manufaktur dalam jangka pendek.
Hal yang disampaikan oleh WSA sejalan dengan laporan Industry Trends Metals and Steel May 2024 yang dikeluarkan oleh Atradius. Pertumbuhan permintaan baja didorong oleh meningkatnya permintaan untuk green steel, terutama dari produsen kendaraan listrik yang memasukkan emisi Scope 3 dalam strategi dekarbonisasi mereka. Fenomena ini juga terjadi di sektor pembangkit listrik, seperti produksi turbin angin. Dengan adanya peningkatan permintaan green steel, produsen baja yang menghasilkan green steel dapat memperoleh keunggulan kompetitif atas produsen yang masih memproduksi baja konvensional. Namun, meskipun produksi green steel membawa keunggulan kompetitif, transisi ke produksi yang lebih ramah lingkungan membutuhkan intensitas modal yang tinggi dan biaya besar, ditambah dengan kesulitan dalam mendapatkan pembiayaan. Selain itu, banyak perusahaan mungkin mengalami kesulitan dalam membebankan biaya yang lebih tinggi kepada pelanggan.
***