Tantangan Kelebihan Kapasitas, Dekarbonisasi dan Digitalisasi pada Industri Baja ASEAN
Sumber: SEAISI, IISIA, 2023
World Steel Association telah memproyeksikan bahwa permintaan baja global pada tahun 2023 akan tumbuh setidaknya 1,1%, mencapai sekitar 1,8 miliar ton. Sementara itu, permintaan industri baja tahun 2023 di kawasan ASEAN diperkirakan mencapai 77,9 juta ton, meningkat sebesar 3,5 juta ton dari permintaan tahun 2022 sebesar 74,4 juta ton. Sementara itu, total produksi diperkirakan mencapai 58,5 juta ton, meningkat sebesar 9,5 juta ton atau 19,4% dari produksi tahun sebelumnya. Ekspor dari ASEAN terus meningkat sejak tahun 2016, dimana total ekspor mencapai 25,1 juta ton pada tahun 2022, meningkat dari 8,6 juta ton di tahun 2016. Terlepas dari perkembangan permintaan, produksi, dan ekspor yang positif, ASEAN telah menjadi importir baja yang signifikan (net importir) selama bertahun-tahun. Pada tahun 2022, jumlah impor baja mencapai 44,5 juta ton, atau 57% lebih dari kebutuhan baja ASEAN.
Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana industri baja ASEAN harus mampu menurunkan tingkat impor sebanyak mungkin dan meningkatkan produksi kawasan. Disamping itu, industri baja ASEAN melalui South East Asia Iron and Steel Institute (SEAISI) juga harus bekerja sama untuk melindungi pasar domestik dari praktik perdagangan yang tidak adil dan telah terjadi berulang kali, seperti masuknya produk impor dengan harga rendah yang bersumber dari kelebihan kapasitas. Kondisi tersebut sangat merugikan industri baja domestik karena menyebabkan pangsa pasar produsen domestik menjadi tergerus. Demikian disampaikan Purwono Widodo selaku Chairman SEAISI dan President ASEAN Iron and Steel Council (AISC) dalam pidato pembukaan pada acara 2023 SEAISI Conference & Exhibition, hari Senin tanggal 22 Mei 2023 di Manila, Filipina.
Kelebihan Kapasitas
Lebih lanjut dalam sambutannya, Purwono Widodo mengatakan bahwa industri baja ASEAN menghadapi tantangan besar dalam hal potensi kelebihan kapasitas. Menurut prediksi SEAISI, penambahan kapasitas baja di kawasan ASEAN diperkirakan mencapai 90 juta ton dalam 5 sampai 10 tahun mendatang. Hal ini disebabkan karena adanya potensi pasar yang luas dan sumber daya alam melimpah, sehingga berhasil menarik investasi asing dari seluruh dunia. Penambahan kapasitas ini sangat besar dibandingkan dengan pertumbuhan permintaan baja di ASEAN, dan tentunya akan menciptakan kelebihan kapasitas regional yang signifikan. Oleh karena itu, SEAISI perlu mempertimbangkan cara yang tepat untuk menangani potensi kelebihan kapasitas yang akan terjadi serta dampak negatifnya terhadap industri baja regional.
Dekarbonisasi
Tantangan lainnya yang menjadi isu global yaitu terkait dengan Dekarbonisasi. Secara global, transisi menuju net-zero dan dekarbonisasi telah menjadi bagian integral dari strategi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi setiap negara. Industri-industri baja regional di bawah SEAISI mulai mempertimbangkan perjalanan dekarbonisasi industri yang sejalan dengan upaya global dalam melawan perubahan iklim. Hal ini melibatkan penyusunan peta jalan dengan standar dan tujuan yang jelas, pencarian dukungan keuangan, investasi dalam teknologi, serta penelitian dan pengembangan.
Hal-hal yang memungkinkan paling cepat dilakukan adalah perlunya pelaku industri baja regional untuk mempersiapkan diri terhadap penetapan harga karbon, yang dapat berupa pajak karbon, sistem perdagangan emisi, dan pemberlakuan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) oleh Uni Eropa. Perusahaan-perusahaan mill builder sudah harus mampu mengembangkan dan menyediakan teknologi yang ramah lingkungan dan memenuhi kriteria dekarbonisasi.
Selain itu, industri baja ASEAN melalui asosiasi yang ada perlu bekerja sama serta terus melakukan komunikasi yang intens dengan pihak pemerintah. Sehingga, harapannya dari sisi pemerintah dapat memberikan dukungan melalui kebijakan yang diperlukan seperti adanya insentif pengembangan teknologi ramah lingkungan, serta perumusan/pembuatan roadmap industri baja yang berkelanjutan.
Begitupun untuk stakleholder lainnya seperti perbankan, juga harus mampu mendukung dari sisi pembiayaan untuk membantu mewujudkan investasi yang ramah lingkungan. Saat ini industri baja ASEAN masih perlu untuk melakukan improvement, pengembangan serta peningkatan kapasitas dalam rangka memenuhi permintaan domestik yang terus meningkat, jelas Purwono Widodo.
Untuk pilihan green steel berbasis teknologi, seperti hydrogen steel making dipandang kurang cocok bagi negara-negara berkembang untuk jangka pendek. Hal ini disebabkan karena tingginya biaya investasi. Demikian disampaikan oleh Dilip Oomen, Presiden Indian Steel Association dan chief executive ArcelorMittal Nippon Steel India. Hal senada juga diungkapkan oleh Benjamin Yao, ceo dari SteelAsia.
Sementara itu, sebagian besar investasi baja yang akan datang dari Tiongkok ke negara-negara ASEAN masih didasarkan pada fasilitas BF/BOF yang berbasiskan karbon. Hal ini tentu saja bertentangan dengan komitmen untuk mengurangi emisi karbon. Menurut SEAISI, jika teknologi net-zero carbon tidak diterapkan, industri baja ASEAN diperkirakan akan mengalami peningkatan yang signifikan (hampir 3 kali lipat) dalam emisi karbon. Hal ini menekankan perlunya segera mengatasi emisi karbon dalam sektor baja ASEAN.
Oleh karena itu, menjadi tantangan tersendiri untuk menemukan strategi dan solusi yang efektif dalam mengurangi emisi karbon di industri baja ASEAN. SEAISI perlu bekerja sama dan mengembangkan peta jalan menuju net-zero emission untuk sektor baja ASEAN, serta mengusulkan kebijakan regional kepada pemerintah negara-negara ASEAN.
Digitalisasi
Aspek lainnya yang juga sangat penting dewasa ini untuk mendukung kinerja dan meningkatkan efisiensi sehingga berdampak pada peningkatan daya saing yaitu implementasi teknologi digital. Purwono Widodo juga mengingatkan bahwa industri baja ASEAN masih tertinggal dibandingkan dengan industri baja negara-negara maju dalam menerapkan teknologi digital.
Hal ini dapat mengancam daya saing global di masa depan. Digitalisasi telah muncul sebagai alat penting bagi industri baja untuk menjadi cerdas dan lebih responsif dalam menghadapi globalisasi dan meningkatnya persaingan, fluktuasi permintaan pasar, inovasi yang lebih cepat, serta kompleksitas yang semakin tinggi dalam produk dan proses.
Menurut Purwono Widodo, di banyak industri baja terkemuka, digitalisasi telah diterapkan dalam berbagai bentuk, seperti pada otomatisasi dan pemantauan sistem produksi secara online, kontrol kualitas, pemeliharaan, manajemen siklus hidup produk, kegiatan produksi dan pemasaran produk. Teknologi digital membawa potensi untuk memberikan tingkat efisiensi dan produktivitas baru, serta mendukung industri baja ASEAN dalam mengembangkan daya saingnya secara global.
Hambatan utama dalam digitalisasi adalah investasi yang dibutuhkan cukup besar dan kurangnya tenaga kerja yang terampil. Oleh karena itu anggota SEAISI perlu bekerja sama untuk mengadopsi digitalisasi secara efektif dan efisien, serta menciptakan kolaborasi dalam pengembangan digitalisasi industri baja ASEAN di masa depan.
Selain itu, dalam penutupnya Purwono Widodo mengatakan melalui forum pertemuan seperti 2023 SEAISI Conference & Exhibition ini juga, merupakan suatu kesempatan yang baik bagi pelaku industri baja ASEAN untuk saling meningkatkan komunikasi, mendapatkan masukan, serta bersinergi lebih jauh untuk kemajuan bersama.
Penandatangan MoU antara AISC dan ISA
Salah satu agenda dari Konferensi dan Pameran SEAISI 2023 yang bertemakan “Accelerating Progress through Sustainable Development in the ASEAN Steel Industry (Digitalization, Technology, and Innovation)” ini adalah penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara ASEAN Iron and Steel Council (AISC) dan Indian Steel Association (ISA) tentang pentingnya pertumbuhan pasar global yang sehat dan berkelanjutan bagi kedua belah pihak. Keduanya juga bersepakat mendorong interaksi antara AISC dan ISA dalam bidang manufaktur, teknologi, lingkungan dan bidang terkait.
Ada empat hal pokok yang disepakati bersama, yaitu:
(1) Akan memfasilitasi interaksi untuk tujuan membangun dan memajukan saling pengertian mengenai isu-isu yang terjadi dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan industri baja yang berkelanjutan di kedua negara dan pasar baja global.
(2) Akan memfasilitasi interaksi di bidang konservasi energi, perlindungan lingkungan, dan daur ulang, sehingga keduanya dapat mengatasi masalah lingkungan global dan memastikan pembangunan industri yang berkelanjutan.
(3) Harus saling memberikan informasi seperti tren industri dan pasar baja dalam negeri, statistik baja, dan teknologi penggunaan baja.
(4) Daftar khusus kegiatan akan ditentukan bersama oleh sekretaris AISC dan ISA, yang harus disetujui melalui proses internal masing-masing sebelum pelaksanaan.