Utilisasi Pabrik Batang Kawat Baja Masih Sangat Rendah
Sumber : IISIA
Batang kawat baja (steel wire rod), atau lebih singkatnya sering disebut batang kawat (wire rod/WR), adalah salah satu jenis produk baja kelompok long products yang dihasilkan dari proses canai panas (hot rolling). Produk ini menggunakan bahan baku billet baja, memiliki bentuk akhir berupa batang kecil dengan diameter bulat polos, dan dikemas dalam bentuk gulungan dengan putaran yang tidak beraturan (irregularly wound coil). Batang kawat pada umumnya digunakan sebagai bahan baku pembuatan kawat dan paku, mur dan baut, kawat elektroda las, kawat bronjong (anyam), serta jaring kawat (wire mesh). Selain itu, batang kawat juga digunakan untuk berbagai produk khusus seperti tali kawat baja (steel wire rope), kawat baja beton pra tekan (pre-stressed concrete atau PC wire), batang baja pra tekan (PC bar), tali kawat baja pra tekan (PC strand), pegas kawat ulir (spring wire), maupun berbagai jenis aplikasi produk turunan kawat lainnya.
Konsumsi batang kawat di Indonesia terus meningkat seiring naiknya permintaan dari industri manufaktur dan sektor konstruksi. Dalam catatan IISIA, konsumsi batang kawat yang mencapai kisaran 600.000 ton pada tahun 2005, melonjak menjadi lebih dari 1,6 juta ton pada tahun 2019. Selama kurun waktu 15 tahun terakhir, laju pertumbuhan tahunan gabungan (compound annual growth rate, CAGR) mencapai lebih dari 7% per tahun (Gambar 1). Nilai ini lebih tinggi dari pertumbuhan rata-rata produk domestik bruto (PDB) maupun pertumbuhan sektor industri manufaktur yang umumnya berada di kisaran 4-5%. Hal ini menandakan bahwa batang kawat merupakan salah satu bahan baku industri manufaktur yang penting dan dibutuhkan dalam pembangunan.
Gambar 1. Laju Pertumbuhan Konsumsi Batang Kawat Tahun 2005-2019
Namun demikian, di balik laju pertumbuhan konsumsi yang tinggi tersebut, terungkap bahwa dalam periode 8 tahun terakhir telah terjadi penurunan rasio produksi terhadap konsumsi yang cukup signifikan. Analisis IISIA menunjukkan bahwa selama tahun 2005-2012, angka rata-rata rasio produksi terhadap konsumsi batang kawat mencapai 96% yang mengindikasikan bahwa produksi dalam negeri pada saat itu masih sangat dominan. Akan tetapi, rasio rata-rata tersebut menurun dengan drastis menjadi hanya 54% di tahun 2012-2019 (Gambar 2). Hal ini menunjukkan bahwa rasio impor terhadap konsumsi telah meningkat selama periode tersebut, atau dengan kata lain, telah terjadi peningkatan impor batang kawat secara masif menggantikan produksi batang kawat lokal. Kondisi ini berdampak terhadap penurunan utilisasi produsen batang kawat dalam negeri.
Gambar 2. Konsumsi, Produksi, Ekspor dan Impor Batang Kawat Tahun 2005-2019
Permasalahan melonjaknya impor batang kawat telah menjadi isu yang penting dalam beberapa tahun terakhir, khususnya terkait dugaan dilakukannya importasi secara circumvention dengan menggunakan pengalihan ke kode HS batang kawat baja paduan (alloy steel). Salah satu upaya pencegahan masalah tersebut adalah diterapkannya trade remedies berupa pengenaan bea masuk safeguard dan bea masuk anti-dumping terhadap batang kawat impor dari Tiongkok dan beberapa negara lainnya. Di sisi lain, tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian industri hilir pengguna batang kawat merasa diuntungkan dengan impor murah yang masuk ke pasar Indonesia. Produk batang kawat nasional dianggap tidak dapat bersaing dengan produk impor, baik dari sisi harga maupun kualitas. Bahkan, juga telah beredar pendapat bahwa kapasitas produksi nasional tidak mencukupi untuk memasok seluruh kebutuhan di industri hilir (downstream industry).
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam situasi pasar bebas saat ini, produk industri hilir batang kawat─terutama dalam sektor konstruksi dan otomotif─harus mampu bersaing dengan produk impor. Hasil evaluasi dan penilaian yang dilakukan IISIA atas kelompok industri hilir ini menunjukkan bahwa secara total produksi dalam negeri masih mendominasi dengan rasio produksi terhadap konsumsi sekitar 85-90% dalam periode 5 tahun terakhir (Gambar 3). Sebagian besar produksi dalam negeri (75-80%) adalah segmen jaring kawat dan sebagian kecil (20-25%) berupa segmen paku kawat, kawat bronjong dan baja pra tekan. Sementara, impor produk hilir sebagian besar (60%) merupakan segmen produk mur dan baut serta kawat pegas yang digunakan untuk industri otomotif. Sedangakan sisanya (40%) merupakan produk paku dan tali kawat yang digunakan untuk sektor konstruksi (Gambar 4).
Gambar 3. Konsumsi, Produksi, Ekspor dan Impor Kawat & Jaring Kawat Tahun 2014-2019
Gambar 4. Segmen Impor Kawat Baja Periode 2014-2019
Jumlah impor yang hanya berada pada kisaran 10-15% dari konsumsi total dapat dikatakan tidak terlalu besar. Dengan demikian, industri hilir batang kawat diharapkan dapat memiliki daya saing yang lebih kuat dibandingkan produk impor serupa yang digunakan oleh pengguna akhir. Industri hilir yang lebih kuat akan mampu menyokong industri hulu dengan menggunakan batang kawat produksi dalam negeri, sehingga dapat mendukung keberlangsungan industri batang kawat yang saat ini mengalami serangan impor dan utilisasi pabrik yang sangat rendah.
Data IISIA menunjukkan kapasitas total produsen batang kawat saat ini mencapai 2,55 juta ton per tahun yang merupakan gabungan kapasitas terpasang PT Ispat Indo, PT Master Steel, PT Krakatau Steel, dan PT Gunung Raja Paksi. Kapasitas total tersebut sebenarnya masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri sebesar 1,6 juta ton di tahun 2019 dengan utilisasi sebesar 63%. Namun demikian, tingkat utilisasi aktual jauh lebih rendah, yaitu hanya mencapai 38%, karena impor batang kawat masih cukup besar. Dalam periode setidaknya 5 tahun terakhir ini produsen batang kawat nasional terpaksa beroperasi dengan tingkat utilisasi sangat rendah berkisar 23-38% sehingga sangat menyulitkan untuk menjaga keberlangsungan operasi atau melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan daya saing dalam rangka melakukan substitusi impor.
Tabel 1. Produksi, Konsumsi, dan Utilisasi Batang Kawat Tahun 2015-2019
Gambar 5. Proyeksi Konsumsi Batang Kawat Tahun 2020-2024
Prospek batang kawat baja ini masih sangat cerah karena dibutuhkan untuk industri manufaktur, khususnya otomotif, serta industri konstruksi. Produk-produk batang kawat baja sangat diminati oleh sektor konstruksi dan infrastruktur, misalnya jaring kawat kini telah banyak menggantikan baja tulangan untuk pengecoran slab beton (untuk jalan dan jembatan beton), atau kawat baja pra tekan yang digunakan untuk kebutuhan beton pra tekan. Oleh karena itu, IISIA melakukan proyeksi kebutuhan batang kawat baja untuk 5 tahun ke depan. Berdasarkan tingkat pertumbuhan sektor-sektor penggerak utama yang diperkirakan akan berada di rentang 6-9% pada kondisi normal di tahun 2022-2024 dan antisipasi menurunnya tingkat pertumbuhan akibat dampak pandemi COVID-19 di tahun 2020-2021, maka IISIA menghitung bahwa konsumsi batang kawat di tahun 2024 dapat mencapai 2,1-2,2 juta ton per tahun (proyeksi dasar dan optimistik) atau setidaknya di angka 2,0 juta ton per tahun (proyeksi pesimistik).
Proyeksi IISIA ini diperkuat dengan adanya investasi pabrik batang kawat baru yang menandakan optimisme investor akan kebutuhan batang kawat baja di Indonesia yang masih terus meningkat seiring laju pertumbuhan ekonomi dan arah pembangunan nasional ke depan. Dalam waktu dekat, akan terdapat penambahan kapasitas baru dari PT Dexin Steel Indonesia yang dikabarkan akan segera beroperasi dengan kapasitas terpasang sebesar 500.000 ton per tahun. Jumlah ini akan menambah total kapasitas nasional akan menjadi sebesar 3,05 juta ton per tahun. Dengan nilai kapasitas tersebut, bila diasumsikan impor batang kawat dapat ditekan menjadi kurang dari 10% di tahun 2024, maka tingkat utilisasi pabrikan batang kawat akan meningkat ke level 65%. Jika industri batang kawat nasional dapat melewati seluruh tantangan dan berhasil meningkatkan daya saing, maka tingkat utilisasi akan meningkat menjadi 72% atau bahkan lebih bila produsen mampu melakukan ekspor. Untuk mencapai target peningkatan utilisasi ini, beberapa kiat yang dapat dilakukan antara lain:
Meningkatkan daya saing produk dan pelayanan dalam memenuhi kebutuhan produsen hilir dalam negeri. Melakukan pengamanan dan tindakan yang tegas terhadap produk impor, terutama yang terindikasi melakukan praktek circumvention. Mengkaji ulang efektifitas penerapan safeguard dan bea masuk anti-dumping produk batang kawat baja, baik yang sudah berakhir maupun yang sedang berlaku. Mengoptimalkan Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai non-tariff barrier. Mengoptimalkan penerapan kebijakan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN). Memaksimalkan Program Substitusi Impor yang telah dicanangkan pemerintah.
Proyeksi dan harapan ideal ini menjadi suatu tantangan besar bagi produsen nasional dan juga sangat diharapkan oleh industri pengguna batang kawat nasional. Oleh karena itu, kerja sama antara industri dan pemerintah menjadi hal yang sangat diperlukan. Dengan dukungan pemerintah, Industri Baja Nasional akan mampu melakukan substitusi baja impor secara maksimal sehingga tidak lagi tergantung pada produk impor di masa mendatang. (BW/YR/WS)